Selasa, Oktober 22

Jakarta

Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan proyek Satelit Republik Indonesia kedua atau Satria-2 akan tetap berlanjut.

Seperti rancangan sebelumnya, Satria-2 akan didesain sebagai twin satellite atau satelit kembar, yakni Satria-2A dan Satria-2B. Keberadaan infrastruktur ini akan membantu penyediaan konektivitas, khususnya di daerah terpencil yang masih belum tersedia akses sinyal internet.

“Kedua satelit ini dirancang untuk menyediakan layanan internet berkecepatan tinggi dengan total kapasitas 300 Gigabits per detik. Tujuan utama dari pembangunan satelit ini adalah untuk meningkatkan kualitas layanan internet di Indonesia, sehingga koneksi internet menjadi lebih stabil dan cepat,” kata Kepala Divisi Satelit dan Akses Internet Bakti Kominfo, Harris Sangidun dikutip dari Antara.


Harris menjelaskan proyek pengadaan Satria-2 ini sudah masuk ke dalam Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri 2024- Green Book sejalan dengan Keputusan Kepala Bappenas nomor Kep.25/M.PPN/HK/04/2024.

Lebih lanjut, Harris mengatakan koordinasi untuk menghadirkan Satria-2 melengkapi kinerja Satelit Republik Indonesia-1 (Satria-1) terus dilakukan antara Bakti Kominfo dengan Bappenas.

Sebagai informasi, Satria-1 meluncur dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat pada Juni 2023. Satelit pemerintah dengan kapasitas 150 Gbps itu beroperasi di akhir 2023 untuk penyediaan akses internet di 37 ribu titik tanah air kecepatan sekitar 3-5 Mbps per lokasinya.

Disampaikan Harris, koordinasi tersebut dilakukan sembari pihaknya melakukan pertimbangan permintaan dan mengikuti perkembangan teknologi ke depannya untuk pemenuhan konektivitas digital di Indonesia.

Sebelumnya pada awal 2024, Direktur Utama Bakti Kominfo Fadhillah Mathar mengatakan Satria-2 memang diupayakan untuk dibangun agar dapat mendukung konektivitas dari Satria-1 yang sebelumnya sudah beroperasi dengan menggunakan skema pendanaan loan agreement.

Wanita yang akrab disapa Indah itu mengatakan karena skema pinjaman luar negeri maka besar kemungkinan Satria-2 paling lambat pengadaannya jatuh pada 2025. Hal itu dikarenakan tahapan pinjaman luar negeri memiliki skema yang berbeda dengan pendanaan menggunakan APBN rupiah murni.

“Sebelum ada tahapan loan agreement, kami akan melakukan request for information kepada para penyedia. Setelah loan agreement itu ditandatangani baru kami bisa melakukan penyediaan. Jadi kalau disetujui maka proses pengadaannya itu di 2025 paling telat,” kata Indah pada Jumat (8/3).

Adapun, nilai investasi pembangunan untuk Satria-2 diperkirakan akan memakan biaya sekitar USD 860 juta dolar (Rp 13,3 triliun).

(agt/fay)

Membagikan
Exit mobile version