Rabu, Juli 3


Jakarta

Belum lama ini Jepang melaporkan peningkatan kejadian kasus Streptococcal toxic shock syndrome (STSS) yang menyebabkan 77 kematian dalam periode Januari-Maret 2024. STSS merupakan komplikasi langka fatal yang terjadi akibat infeksi ‘bakteri pemakan daging’ streptokokus grup A atau Strep A. Orang awam menyebutnya ‘pemakan daging’ karena pada komplikasi tertentu bakteri ini memicu kerusakan jaringan fascia atau necrotizing fasciitis (NF), seolah-olah dimakan olek bakteri tersebut.

Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof dr Amin Soebandrio PhD SpMK menjelaskan sebenarnya Strep A merupakan jenis bakteri yang mudah ditemukan. Namun, komplikasi STSS dapat dicegah apabila infeksi Strep A yang terjadi pada luka terbuka di kulit dapat ditangani dengan cepat dan baik.

“Ada di mana-mana (Strep A), di tubuh ada, di tenggorokan juga ada. Jadi sebenarnya bakterinya memang bisa di kulit, bahkan saluran napas,” jelas Prof Amin ketika berbincang dengan detikcom, Jumat (28/6/2024).


Menurut Prof Amin proses infeksi dan risiko komplikasi juga sangat dipengaruhi sistem imunitas dari tubuh. Jika kekebalan tubuh tubuh baik, maka risiko STSS juga akan semakin kecil.

Ia juga menambahkan bahwa infeksi Strep A di fase awal juga dapat ditangani dengan antibiotik. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk memperhatikan luka terbuka yang ada di kulit untuk mencegah infeksi serta keparahan kondisi apabila infeksi sudah terjadi.

“Kalau misalnya kejadiannya masih ringan, itu sebenarnya bisa ditangani dengan antibiotik. Kalau sudah lebih berat maka jaringan yang rusak itu harus dibuang. Sebenarnya infeksinya tidak cepat sekali itu tidak. Ini kelihatan awalnya infeksi kulit yang diabaikan, lama-lama tambah luas, terus tambah dalam,” tambahnya.

Lantas apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah STSS? Prof Amin mengatakan bahwa faktor terpenting adalah menjaga kebersihan luka pada kulit serta mencegah perluasan luka terlebih apabila sudah terinfeksi.

“Semua diawali juga dengan kebersihan perorangan ya. Itu sangat menentukan jadi kalau kita bisa mengatasi infeksi pada fase-fase awal, maka Insya Allah tidak terjadi infeksi sampai otot,” kata Prof Amin.

“Perlu diingat juga kalau ada luka terbuka atau terinfeksi kan juga nggak mesti ada Strep A-nya itu juga kan nggak selalu. Walaupun bakterinya di mana-mana nggak mesti jumlahnya besar. Intinya harus ditangani dengan baik saja, bisa ke dokter juga,” tandasnya.

Infeksi Strep A pemicu STSS dapat menimbulkan gejala sebagai berikut:

– Muncul rasa nyeri pada area infeksi.

– Muncul kemerahan pada area infeksi.

– Otot sulit bergerak di area infeksi.

– Demam

– Penurunan tekanan darah.

– Dalam kasus yang parah dapat menyebabkan sepsis.

(avk/up)

Membagikan
Exit mobile version