Minggu, Maret 16


Jakarta

Bus PO Trans Putera Fajar yang mengangkut siswa SMK Lingga Kencana Depok ternyata bus tua. Bus yang kecelakaan hingga menewaskan 11 orang itu menggunakan sasis lansiran 2006. Namun, bus itu dimodifikasi dengan bodi baru sehingga tampak seperti bus baru.

Selain tidak memiliki izin angkutan dan KIR-nya sudah tidak berlaku, bus tersebut juga telah dimodifikasi bodinya. Bus itu dimodifikasi dengan bodi jenis SHD atau super high decker. Padahal sasis bus lansiran 2006 itu tidak mendukung penggunaan bodi dek tinggi.

Awalnya, bus ini menggunakan bodi besutan karoseri Laksana tipe Discovery. Bodi tersebut bukanlah bodi bertipe dek tinggi, melainkan bodi biasa dengan kaca depan single alias tunggal.


Namun saat bus digunakan PO Trans Putera Fajar dan mengalami insiden kecelakaan di Subang, bus itu sudah dimodifikasi bodinya menggunakan bodi SHD yang terinspirasi bodi SHD buatan karoseri Adiputro. Bus itu tampak lebih tinggi dan menggunakan kaca depan ganda. Di bodi samping terdapat tulisan New Super High Deck 3+.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, bahaya jika bus dimodifikasi tapi tak memiliki izin. Memang, kendaraan bisa saja dimodifikasi, tapi harus ada izinnya.

“Jelas bahaya. Seperti kecelakaan kayak gini remuk semua kan bodinya? Karena dia tidak ada uji tipe. Apalagi penumpangnya tidak menggunakan sabuk keselamatan,” ujar Djoko kepada detikOto, Selasa (14/5/2024).

“Dia boleh (memodifikasi), tapi minta izin sama Kementerian Perhubungan. Di sana harus uji tipe. Nanti dilihat (apakah layak), setelah itu keluar namanya SRUT, surat registrasi uji tipe. SRUT itu nanti ke polisi, ganti STNK, juga di STNK disebut ganti warnanya. Kalau ini sudah kekeliuran, apalagi tidak KIR,” ucap Djoko.

Menurut Djoko, hampir semua bus pariwisata yang kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP/AKDP. Kecelakaan yang mengakibatkan korban fatal polanya sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan bodi bus yang keropos, sehingga saat terjadi kecelakaan terjadi deformasi yang membuat korban tergencet.

“Pemerintah membuat aturan batas usia kendaraan bus tapi setengah hati. Bus yang lama tidak di-scrapping. Akan tetapi dijual kembali sebagai kendaraan umum, karena masih pelat kuning, sehingga bisa di-KIR tapi tidak memiliki izin. Keadaan ini terus terjadi dan tidak bisa dikendalikan,” kata Djoko.

Hal senada juga disampaikan Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan. Pria yang akrab disapa Sani itu menyayangkan perubahan bodi di bus tersebut. Karena sejatinya perombakan bodi tidak bisa dilakukan secara asal. Perlu diperhitungkan juga jenis dan kondisi sasis bus tersebut. Bus PO Trans Putera Fajar menggunakan sasis Hino AK1JRKA yang masih pakai per daun, tidak cocok menggunakan bodi SHD yang tinggi.

“Iya, bodinya dijadikan SHD. Tentunya ini sangat ngawur, mereka tidak memperhitungkan body rolling yang akan terjadi, di mana suspensi bus tersebut (masih) menggunakan per daun,” kata Sani kepada detikOto.

“(Perombakan bodi) yang dilakukan pada bus ini sangat bertentangan dengan regulasi dan kenyamanan kendaraan saat beroperasi, terutama dari sisi keselamatannya,” tambahnya.

Sementara itu, menurut Kepala Dishub Wonogiri Waluyo, Bus Trans Putera Fajar dengan nomor polisi AD-7524-OG itu terakhir uji KIR pada 6 Juni 2023. Pada saat Uji KIR di Dishub Wonogiri, nama pemilik bus masih tertulis PT Jaya Guna Hage. Saat kali terakhir Uji KIR Juni 2023, bus tersebut masih sesuai Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT). Bus itu belum mengalami perubahan bentuk ketika terakhir kali uji KIR.

“Saat dijual tidak tahu fisiknya bagaimana. Bodi diubah di mana juga tidak tahu, yang penting saat KIR Juni 2023 kondisinya sesuai SRUT,” jelas dia.

Simak Video “Kecelakaan Bus Rajawali Indah Tabrak Motor di Bojonegoro, 2 Tewas
[Gambas:Video 20detik]
(rgr/din)

Membagikan
Exit mobile version