Sabtu, September 28


Denpasar

Penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) sudah dimulai di Indonesia. Namun harga bahan bakar yang lebih mahal bikin maskapai pusing, yang bayar siapa, konsumen apa maskapai?

Soal harga bahan bakar ini jadi masalah selama beberapa waktu terakhir, yang bikin harga tiket meroket. Penggunaan SAF memang membuat industri ini lebih berkelanjutan, tetapi ada kekhawatiran yang disampaikan maskapai.

CEO Airasia Group Tony Fernandes agak khawatir mengenai SAF ini. Poin pertama dia menilai ada industri lain yang bikin emisi CO2 tak kalah tingginya dari industri penerbangan tetapi selalu industri penerbangan yag disorot.


Tony mengatakan industri itu adalah kecerdasan buatan (AI) dan mata uang kripto. Keduanya sama-sama haus daya dan membuat emisi yang tak kalah besar.

Menurut data IMF, listrik yang digunakan oleh peralatan berdaya tinggi untuk “menambang” aset kripto sangat besar, satu transaksi Bitcoin memerlukan jumlah listrik yang kira-kira sama dengan yang dikonsumsi rata-rata di Ghana atau Pakistan dalam tiga tahun. Setiap kueri yang dimasukkan ke ChatGPT memerlukan listrik 10 kali lebih banyak daripada pencarian Google, karena listrik yang dikonsumsi oleh pusat data AI.

Penambangan kripto dan pusat data bersama-sama menyumbang 2 persen dari permintaan listrik dunia pada tahun 2022. Dan pangsa itu kemungkinan akan naik menjadi 3,5 persen dalam tiga tahun. Berdasarkan proyeksi dari Badan Energi Internasional, itu akan setara dengan konsumsi Jepang saat ini, pengguna listrik terbesar kelima di dunia.

Sementara menurut Tony, industri penerbangan menyumbang sekitar 2-3 persen emisi global. “Tapi kenapa selalu kami (penerbangan) yang disorot. Jika Anda lihat AI, bitcoin, maka penerbangan akan terlihat sangat kecil. Data center ChatGPT itu konsumsi daya listriknya sangat besar, tapi penerbangan yang dapat perhatian lebih besar dari pemerintah dibanding industri itu,” ujarnya dalam sebuah forum di Bali beberapa waktu lalu.

Sebagai maskapai penerbangan, lanjut Tony, peran untuk menurunkan emisi memang terbatas, yang paling berperan adalah produsen pesawat. “Mereka harus memberikan teknologi yang lebih baik dan mereka saat ini cukup memberikan hal itu, efisiensi pesawat juga lebih bagus, jadi produsen berperan lebih penting dalam hal emisi nol,” ujarnya.

“Kekhawatiran saya dengan SAF apa kita bisa membuat perbedaan dengan kontribusi 2-3 persen. Dan jika melihat struktur biayanya, sekarang dibandingkan dengan bahan bakar jet, harganya lebih mahal siapa yang bayar? Apakah konsumen?,” ujarnya.

Dari berbagai sumber, harga SAF sekitar 1,5 sampai 6 kali lebih mahal dibanding bahan bakar jet tradisional.

Menurut informasi dari seorang pejabat perusahaan penerbangan di tanah air, per bulannya, maskapai harus mengeluarkan biaya tambahan Rp 12 miliar untuk menggunakan SAF.

Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam kesempatan terpisah mempertanyakan struktur tarif yang sama. Dia mengatakan alangkah baiknya jika harga SAF ini bisa sama dengan harga bahan bakar jet tradisional.

“Kita mesti menuju ke sana (SAF) dan kita kan sudah tes. Soal harga tentu harus didiskusikan bersama. Kalau naik siapa yang menanggung? Maskapai atau penumpang? Kalau harga sama apakah ada yang mau mensubsidi?,” ujarnya.

Sebenarnya, menurut Tony Fernandes, ada cara yang lebih praktis dalam menurunkan emisi penerbangan yakni memperbaiki lalu lintas udara.

“Saya ingin bicara tentang hal yang bisa dilakukan saat ini, kadang kita kalau take off atau taxi itu lama. Kalau bandara dan lalu lintas bisa lebih baik, bisa menurunkan bahan bakar. Jika lebih cepat dan lebih tinggi pesawat terbang maka pesawat menggunakan lebih sedikit bahan bakar,” ujarnya.

Tony Fernandes menyoroti pentingnya pembahasan tentang SAF yang sangat krusial bagi industri penerbangan.

“Saya berharap pemerintah benar-benar mempertimbangkan kebijakan ini dengan cermat, mengeksplorasi berbagai bahan baku, serta terus berkolaborasi dengan industri penerbangan terkait penggunaannya,” ujar Tony.

Di Eropa, untuk penerbangan yang ingin masuk ke sana, harus mematuhi aturan SAF. Regulator Eropa mewajibkan maskapai menggunakan SAF sebesar 2% dari bahan bakar yang tersedia di bandara Uni Eropa pada tahun 2025, meningkat menjadi 6% pada tahun 2030, 20% pada tahun 2035 dan secara bertahap menjadi 70% pada tahun 2050.

(ddn/fem)

Membagikan
Exit mobile version