Minggu, Desember 29

Jakarta

Kita bisa saja kehilangan sekitar 1,5% cakupan awan setiap dekadenya. Sebuah penelitian berdasarkan data satelit NASA menyebutkan, cakupan awan global tampaknya menyusut dan dapat memperburuk dampak pemanasan akibat perubahan iklim.

Bumi saat ini menerima lebih banyak energi Matahari dibandingkan energi yang hilang. Meskipun hal ini dapat menjelaskan banyak hal, ketergantungan kita pada bahan bakar fosil tidak cukup untuk menjelaskan keseluruhan perubahan yang terjadi.

Begitu pula dengan efek albedo, fenomena berkurangnya lapisan es mengurangi jumlah sinar Matahari yang dipantulkan Bumi dan meningkatkan jumlah sinar Matahari yang diserap.


Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan Agustus lalu, ilmuwan iklim di Goddard Institute for Space Studies NASA George Tselioudis dan rekan penulisnya memeriksa kumpulan data satelit yang mencakup dua periode waktu: periode pertama dari1984 hingga 2018 dan periode kedua dari 2000 hingga 2018.

Salah satu perubahan signifikan yang mereka lihat terjadi di intertropical convergence zone (ITCZ) atau zona konvergensi intertropis yang juga dikenal sebagai wilayah bertekanan rendah di dekat ekuator Bumi tempat bertemunya angin pasat timur laut dan tenggara.

Biasanya, awan tebal terbentuk di wilayah tertentu saat udara hangat naik dan digantikan oleh udara dingin. Hasilnya, zona tersebut menyempit sehingga cakupan awan menjadi lebih rendah.

Sebaliknya, zona kering subtropis semakin meluas. Secara keseluruhan, perubahan-perubahan ini berdampak pada rendahnya tingkat cakupan awan global. Jumlah penyusutan awan bervariasi berdasarkan kumpulan data dan periode, namun tampaknya terjadi pada tingkat antara 0,72% dan 0,17% per dekade.

“Saya yakin ini adalah bagian yang hilang. Itu adalah bagian yang hilang,” kata Tselioudis, merujuk pada hubungan antara pemanasan global dan rendahnya tutupan awan, dikutip dari IFL Science.

Penelitian terbaru dari Tselioudis dan timnya, yang dipresentasikan pada pertemuan American Geophysical Union pada 11 Desember, mengkaji data dari satelit Terra NASA selama 22 tahun terakhir. Hal ini tampaknya mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya, yang dilaporkan menemukan bahwa tutupan awan berkurang sekitar 1,5% setiap dekade. Ini menunjukkan bahwa tutupan awan berkurang dan perubahan tersebut berkontribusi pada tingkat pemanasan yang lebih tinggi.

“Meskipun angka-angka ini mungkin tidak terlihat signifikan, hal ini menunjukkan adanya umpan balik awan yang tidak masuk akal,” kata Bjorn Stevens, ilmuwan iklim di Max Planck Institute for Meteorology Institut Meteorologi Max Planck.

Masih harus dilihat apakah tren ini akan terus berlanjut dan dampaknya terhadap tren pemanasan secara keseluruhan. Namun, hal ini menunjukkan betapa rumitnya sistem iklim Bumi. Studi ini diterbitkan dalam jurnal Climate Dynamics.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version