Minggu, Desember 1

Jakarta

Australia resmi mengesahkan undang-undang yang melarang remaja di bawah usia 16 tahun menggunakan media sosial. Undang-undang ini ditujukan untuk melindung kesehatan mental anak-anak di ruang online.

Undang-undang ini disetujui oleh Senat Australia dengan perolehan suara 34 berbanding 19. Legislasi ini akan dikembalikan ke DPR Australia yang perlu menyetujui amandemen sebelum menjadi undang-undang.

Setelah disetujui oleh DPR Australia, undang-undang ini akan berlaku dalam 12 bulan, yang memberikan waktu bagi perusahaan media sosial untuk memenuhi persyaratan. Pemerintah Australia akan melakukan uji coba pada Januari 2025 sebelum undang-undang ini resmi berlaku.


Salah satu persyaratan yang harus dilakukan perusahaan media sosial adalah mengambil langkah-langkah yang wajar untuk mencegah anak-anak yang belum mencapai usia minimum memiliki akun.

Anak-anak yang melanggar batasan ini tidak akan dijatuhi hukuman, begitu juga dengan orang tuanya. Perusahaan media sosial yang bertanggung jawab mencegah anak-anak bergabung ke platform-nya.

“Kami ingin anak-anak Australia memiliki masa kecil, dan kami ingin orang tua tahu bahwa Pemerintah mendukung mereka,” kata Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dalam keterangan resminya pekan lalu, seperti dikutip dari The Verge, Jumat (29/11/2024).

“Kami tahu sejumlah anak-anak akan menemukan jalan pintas, tapi kami mengirimkan pesan kepada perusahaan media sosial untuk memperbaiki tindakan mereka,” sambungnya.

Undang-undang ini tidak menyebut nama media sosial tertentu, namun aturan ini diperkirakan akan berlaku untuk platform seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan Snapchat. Situs yang dipakai untuk edukasi, seperti YouTube, akan dikecualikan. Begitu juga aplikasi perpesanan seperti WhatsApp.

Undang-undang ini tidak menyebutkan bagaimana perusahaan media sosial harus menegakkan batasan umur tersebut. Namun perusahaan yang gagal mengikuti aturan akan didenda hingga 50 juta dolar Australia atau sekitar Rp 515 miliar.

Survei yang dilakukan YouGov menemukan 77% warga Australia mendukung undang-undang ini. Proposal serupa juga sedang dijajaki di Norwegia dan negara bagian Florida, Amerika Serikat.

Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, mengkritik undang-undang ini dan menyebutnya tidak konsisten dan tidak efektif. Pemilik X Elon Musk juga menuding undang-undang ini merupakan “backdoor untuk mengontrol akses ke internet oleh seluruh warga Australia.”

(vmp/fay)

Membagikan
Exit mobile version