Minggu, Maret 2


Jakarta

Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) bertujuan untuk meratakan pembangunan dan pelayanan publik di berbagai wilayah Indonesia. Dengan adanya pemekaran daerah, diharapkan setiap wilayah dapat mengelola sumber daya dan kebijakan secara lebih mandiri, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokalnya.

Namun, proses pembentukan DOB tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai daerah otonomi baru.

Ketentuan mengenai pembentukan DOB diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah yang telah mengalami beberapa perubahan. Regulasi ini mengatur bahwa pemekaran wilayah harus mempertimbangkan aspek administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.


Aturan Pembentukan Daerah Otonomi Baru

Otonomi daerah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 4 Ayat 1 dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa:

“Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang.”


Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, aturan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa daerah yang dimekarkan, memiliki kapasitas yang cukup dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan manfaat bagi masyarakatnya.

Menurut Pasal 4 Ayat 3 UU Nomor 32 Tahun 2004, Daerah Otonomi Baru dapat terbentuk melalui dua mekanisme, yaitu dengan menggabungkan beberapa daerah yang sudah ada atau dengan memekarkan satu daerah menjadi dua atau lebih. Berikut penjelasannya:

A. Pemekaran Daerah

Pemekaran daerah dilakukan melalui tahap Daerah Persiapan, baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota. Sebelum menjadi daerah otonomi baru, daerah yang ingin dimekarkan harus memenuhi berbagai persyaratan, termasuk aspek wilayah, kapasitas daerah, dan persyaratan administratif. Dasar pembentukan Daerah Persiapan yakni:

  • Gubernur mengusulkan pemekaran kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah memenuhi persyaratan kewilayahan dan administrasi.
  • Pemekaran juga bisa dilakukan atas dasar Kepentingan Strategis Nasional.
  • Masa percobaan daerah persiapan yakni 3 tahun jika pemekaran berasal dari usulan daerah, dan maksimal 5 tahun jika pemekaran didasarkan pada Kepentingan Strategis Nasional.
  • Nantinya, Pemerintah Pusat menilai apakah daerah yang diusulkan memenuhi syarat kewilayahan dan administrasi.

B. Penggabungan Daerah

Selain pemekaran, daerah juga bisa dibentuk melalui penggabungan, yang berarti dua atau lebih daerah digabung menjadi satu. Namun, perbedaannya yakni dasar penggabungan daerah bergantung pada kesepakatan daerah yang bersangkutan untuk bergabung, serta evaluasi dari Pemerintah Pusat. Proses ini terbagi menjadi dua bagian yakni:

  • Jika kabupaten/kota ingin bergabung, usulannya diajukan oleh gubernur kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah memenuhi persyaratan administratif.
  • Jika provinsi ingin bergabung, usulan diajukan oleh gubernur dari daerah yang akan digabung kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah memenuhi persyaratan administratif.

Disadur dari laman Magister Ilmu Hukum, Universitas Medan Area dijelaskan bahwa contoh pemekaran daerah terjadi di Papua belum lama ini. Jumlah provinsi di Indonesia kini menjadi 37 provinsi. Penambahan ini terjadi di wilayah Papua dengan pembentukan tiga provinsi baru, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.

Pembentukan provinsi-provinsi ini didasarkan pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang mengatur pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Provinsi Papua Selatan dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2022 dan mencakup Kabupaten Merauke, Mappi, Asmat, serta Boven Digoel.

Sementara itu, Papua Tengah didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2022 dan mencakup delapan kabupaten, termasuk Nabire, Paniai, Mimika, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Puncak, dan Puncak Jaya. Adapun Papua Pegunungan, yang didasarkan pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2022, mencakup delapan kabupaten, yakni Jayawijaya, Lanny Jaya, Mamberamo Tengah, Nduga, Tolikara, Yahukimo, Yalimo, dan Pegunungan Bintang.

Proses pembentukan ketiga provinsi ini berlangsung relatif cepat, hanya memakan waktu sekitar 2,5 bulan hingga Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut disahkan oleh DPR dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) pada 12 April 2022.

Pembentukan provinsi-provinsi baru ini sudah mengikuti banyak regulasi yang ada, salah satunya Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pemerintah Daerah. Disebutkan bahwa pembentukan daerah meliputi berbagai aspek, seperti cakupan wilayah, batas, ibu kota, kewenangan pemerintahan, serta pengisian jabatan kepala daerah dan DPRD.

Sementara itu, Pasal 4 ayat (3) menjelaskan bahwa pemekaran dapat dilakukan dengan menggabungkan beberapa daerah yang berdekatan atau membagi satu daerah menjadi dua atau lebih.

Syarat Pembentukan Daerah Otonomi Baru

Terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan DOB. Berdasarkan Pasal 4 Ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2004, pembentukan DOB harus memenuhi tiga persyaratan utama yakni syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

Secara administratif, pembentukan provinsi baru harus mendapat persetujuan dari DPRD Kabupaten/Kota serta Bupati/Wali Kota di wilayah cakupan provinsi yang baru, dengan persetujuan lebih lanjut dari DPRD Provinsi dan Gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.

Sedangkan dari segi teknis, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Pemerintah Daerah, suatu daerah otonomi baru harus memenuhi beberapa faktor. Berikut antaranya, dilansir dari laman Kemenkeu dan Kemendagri:

1. Kemampuan Ekonomi

Kemampuan ekonomi mengacu pada sejauh mana daerah yang akan dimekarkan dapat mandiri secara finansial, tanpa terlalu bergantung pada dana dari pemerintah pusat. Hal ini mencakup pendapatan asli daerah (PAD), sumber daya yang dapat dikelola.

2. Potensi Daerah

Potensi daerah mencakup segala sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Misalnya potensi sektor ekonomi seperti pertanian, perikanan, pariwisata, atau industri yang bisa menopang keberlangsungan pemerintahan daerah.

Potensi lainnya yakni sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun potensi lain yang bisa dikembangkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Wilayah dengan potensi besar diharapkan dapat berkembang secara mandiri setelah menjadi daerah otonomi baru.

3. Sosial Budaya

Faktor sosial budaya berkaitan dengan keseragaman atau keberagaman budaya, adat istiadat, dan nilai-nilai sosial masyarakat di daerah yang akan dimekarkan. Pemerintah mempertimbangkan apakah pemekaran daerah akan mendukung pelestarian budaya dan memperkuat identitas lokal, serta apakah perbedaan sosial budaya di wilayah tersebut dapat dikelola dengan baik.

4. Sosial Politik

Aspek sosial politik mempertimbangkan stabilitas politik dan kondisi sosial masyarakat di wilayah tersebut. Pemerintah melihat apakah masyarakat mendukung pemekaran, apakah ada potensi konflik sosial atau politik, serta kesiapan daerah dalam menjalankan sistem pemerintahan yang baik dan demokratis setelah dimekarkan.

5. Kependudukan

Jumlah penduduk di daerah yang akan dimekarkan harus memenuhi syarat minimum. Hal ini guna memastikan tersedianya sumber daya manusia yang cukup, dalam penyelenggaraan pemerintahan serta keberlangsungan pembangunan.

Selain jumlah, kepadatan penduduk dan distribusi demografi juga menjadi pertimbangan dalam menentukan kelayakan DOB.

6. Luas Wilayah

Luas wilayah menjadi faktor penting karena berkaitan dengan efektivitas administrasi pemerintahan. Daerah yang dimekarkan harus memiliki luas yang memadai, agar pemerintahan berjalan efisien dan memberikan pelayanan publik yang merata.

7. Pertanahan

Aspek pertanahan meliputi status kepemilikan dan penggunaan lahan di wilayah yang akan dimekarkan. Pemerintah memastikan bahwa daerah memiliki cukup lahan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, permukiman, kawasan industri, serta fasilitas publik lainnya yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat.

8. Keamanan

Keamanan adalah faktor krusial dalam pemekaran daerah. Wilayah yang dimekarkan harus memiliki kondisi keamanan yang stabil dan terkendali, sehingga tidak menimbulkan potensi konflik atau gangguan ketertiban masyarakat.

Pemerintah juga mempertimbangkan apakah wilayah tersebut memiliki sistem keamanan yang memadai, untuk menjaga stabilitas setelah menjadi daerah otonomi baru.

9. Faktor Lain

Ada juga faktor lain yang mendukung keberlangsungan otonomi daerah. Hal ini masuk ke syarat fisik, yang menentukan jumlah minimum wilayah yang harus dipenuhi.

Seperti paling sedikit lima kabupaten/kota untuk membentuk provinsi baru, lima kecamatan untuk membentuk kabupaten, dan empat kecamatan untuk membentuk kota.

Nantinya, pemerintah pusat akan melakukan evaluasi akhir terhadap daerah persiapan. Jika hasil evaluasi menyatakan daerah layak, maka statusnya akan ditingkatkan menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB). Namun jika daerah tidak layak, statusnya akan dicabut dan daerah tersebut dikembalikan ke daerah induk.

Nah, itulah tadi penjelasan tentang pembentukan daerah otonomi baru. Baik pemekaran maupun penggabungan daerah, harus dilakukan sesuai dengan regulasi dan mempertimbangkan kesiapan daerah dalam menjalankan pemerintahan secara mandiri.

(aau/fds)

Membagikan
Exit mobile version