Rabu, Februari 12
Jakarta

Ada cerita di balik penyematan ‘F’ di klub barunya Sandy Walsh, Yokohama F. Marinos. Begini kisahnya.

Sandy Walsh diumumkan pindah permanen dari KV Mechelen ke Yokohama F. Marinos pada, Minggu (9/2/2025). Pemain berusia 29 tahun itu menjadi yang ke-6 dari Indonesia berkiprah di Jepang setelah Ricky Yacobi, Stefano Lilipaly, Irfan Bachdim, Pratama Arhan, dan Justin Hubner.

Marinos merupakan klub tersukses kedua era J. League setelah Kashima Antlers. Tricolore juara J. League lima kali dan lima kali pula menjadi runner-up.


Klub ini merupakan gabungan antara dua klub Yokohama yakni Yokohama Marinos dan Yokohama Flugels pada 1999. Sebelumnya kedua klub sama-sama bertanding di J. League sejak pertama kali bergulir mulai 1993.

Baik Marinos maupun Flugels sama-sama klub anggota ‘Original 10’, istilah yang disematkan untuk 10 klub yang ikut serta J. League sejak musim pertama 1993.

Yokohama Flugels bangkrut

Meski nama resminya Yokohama Flugels, klub ini juga mencitrakan dirinya sebagai AS Flugels. AS adalah singkatan dari ANA (All Nippon Airways) dan Sato Labs– dua perusahaan yang mensponsori Yokohama Flugels.

‘AS Flugels’ nampang di beberapa edisi seragam Yokohama Flugels pada era awal J. League. Hal serupa juga dilakukan Kashima Antlers dengan menampilkan nama klub ketimbang sponsor di jersey tim pada era awal J. League.

TOKYO, JAPAN – DECEMBER 23: Zico jadi bintang Kashima Antlers di masa lalu. (Photo by Etsuo Hara/Getty Images) Foto: Getty Images/Etsuo Hara

Adapun J. League digulirkan mulai 1993 setelah setelah dirumuskan sejak akhir 1980-an oleh JSL (Japan Soccer League) Activation Committee (JSL kasseika iinkai/Komite Revitalisasi JSL). Komite ini dibentuk JFA (Federasi Sepakbola Jepang) sebagai bagian dari upaya transformasi sepakbola Jepang.

Sebab sepakbola Jepang selalu berada di bawah bayang-bayang bisbol dan gagal menarik kehadiran penonton pada laga-laga JSL (kompetisi amatir sebelum era J. League). Rata-rata penonton JSL cuma di angka 2000-an pasang mata yang hadir langsung ke stadion.

JSL adalah kompetisi level nasional pertama di Jepang dengan level amatir dengan peserta klub-klub korporasi yang membentuk tim olahraga seperti Matsushita (sekarang Gamba Osaka), Nissan Motors FC (sekarang Yokohama F. Marinos), atau Mitsubishi Heavy Industries (sekarang Urawa Red Diamonds).

Untuk menjadi peserta J. League, klub-klub JSL wajib mengikuti persyaratan yang ditetapkan Komite Revitalisasi. Salah satunya wajib menanggalkan nama perusahaan serta mengadopsi unsur lokal.

Dari 20 peminat, hanya 10 klub yang memenuhi persyaratan untuk menjadi peserta J. League. Singkat cerita, Komite Aktivasi sukses besar melakukan branding transformasi sepakbola.

Sebanyak 800 ribu orang mendaftarkan diri untuk membeli tiket laga pembuka J. League 1993 yang mempertemukan Verdy Kawasaki (kini menjadi Tokyo Verdy) melawan Yokohama Marinos (kini menjadi Yokohama F. Marinos).

Padahal jumlah tiket untuk laga yang digelar di Tokyo National Stadium hanya berjumlah 60 ribu lembar tiket. Peristiwa itu pun dilabeli sebagai ‘J. League Phenomenon’.

Kehadiran J. League sukses menarik minat orang-orang Jepang untuk menyaksikan sepakbola. Sekitar 74, 8 persen penonton J. League adalah orang-orang yang baru menyaksikan sepakbola.

Mengapa J. League begitu sukses menarik minat orang Jepang terhadap sepakbola? Salah satu jawabannya adalah investasi. Dana sebesar 600 juta USD digelontorkan untuk keperluan promosi demi menjaring fans sepakbola, meningkatkan eksposur sepakbola, dan meningkatkan jumlah kehadiran penonton sepakbola.

Klub-klub J. League tiba-tiba kaya mendadak dengan banyaknya uang yang bisa mereka gunakan. Kondisi itu dimanfaatkan dengan membeli bintang-bintang sepakbola dunia.

“J. League kick-off dengan tim yang kuat dan pemain yang kuat. Dari Amerika Selatan, Eropa, dan bahkan Asia. Bintang asing berbondong-bondong datang ke Jepang. Setiap tim J. League diizinkan untuk mendatangkan maksimal lima pemain asing. Mereka (klub J. League) menggunakan kekuatan finansialnya untuk mendatangkan pemain dengan menghabiskan dana 100 juta yen, 200 juta yen, tanpa keraguan,” begitu potongan artikel Asahi Shimbun yang terbit pada 15 Mei 1993.

Beberapa bintang yang didatangkan klub J. League adalah Zico (Kashima Antlers), Gary Lineker (Nagoya Grampus), Pierre Littbarski (JEF United), Michael Rummenigge (Urawa Red Diamonds), Bismarck Barreto Faria (Verdy Kawasaki), hingga Ramon Diaz (Yokohama Marinos).

Tidak terkecuali buat Flugels yang ikut mendatangkan pemain asing yang beberapa di antaranya berstatus pemain Timnas Brasil seperti César Sampaio. Sayangnya Flugels tidak mampu menutup beban pengeluaran karena jumlah pembeli tiket sedikit.

Hal itu terjadi karena tren kehadiran penonton di laga-laga J. League mengalami penurunan tajam mulai musim 1995 atau musim ketiga. Dari awalnya rerata penonton di angka 17.976 dan 19.598/laga pada 1993 dan 1994, menjadi 13.353/laga mulai musim 1995.

Penurunan rerata jumlah penonton itu terus berlanjut sampai awal era 2000-an. Klub yang paling terdampak adalah Flugels, yang tidak mampu menyeimbang neraca keuangan antara pendapatan dan pengeluaran.

Sato Labs sebagai salah satu sponsor Flugels memilih cabut. Kondisi itu direspons ANA, sponsor Flugels lainnya, dengan melakukan pertemuan dengan Nissan Motors (sponsor Yokohama Marinos).

Marinos dari kota yang sama dengan Flugels dan lebih populer. Flugels pun akhirnya merger dengan Marinos sehingga klub tersebut menjadi Yokohama F. Marinos– dimana ‘F’ merupakan representasi dari Flugels.

Sebelum bubar, Flugels memainkan laga terakhirnya melawan Shimizu S-Pulse pada final Emperor’s Cup 1998 yang digelar 1 Januari 1999. Flugels menang 2-1 yang disambut tangisan ribuan suporternya di Tokyo National Stadium.

Tidak terima dengan merger itu, suporter Flugels kemudian mendirikan klub baru yakni Yokohama FC. Fulie, julukan Yokohama FC masih eksis sampai saat ini dan akan menjadi peserta J1 League musim 2025 setelah promosi dari J2 League 2024.

Simak Video “Video: Kelakuan Sandy Walsh Putar Lagu ‘Balonku’ ke Maarten Paes
[Gambas:Video 20detik]

Membagikan
Exit mobile version