Sabtu, Maret 22

Jakarta

Sebuah prasasti Paleo-Arab pada sebuah batu besar dekat sebuah masjid terbengkalai di Arab Saudi kemungkinan besar diukir oleh Ḥanẓalah bin Abī ʿĀmir, seorang sahabat nabi umat Islam, Muhammad.

Meskipun banyak prasasti dari masa awal Islam diketahui, kepengarangannya masih belum dikonfirmasi, kecuali satu di wilayah al-Bahah di Arab Saudi yang dapat dikaitkan dengan sahabat Muhammad, yang kemudian menjadi gubernur Makkah.

Prasasti tersebut, yang dianalisis para peneliti dalam sebuah studi baru yang diterbitkan edisi April Journal of Near Eastern Studies, adalah prasasti kedua yang dikonfirmasi yang atribusinya terhubung dengan Muhammad.


Tidak seperti teks sebelumnya, prasasti ini diukir pada awal abad ketujuh sebelum Islam mendominasi Arab, menjadikannya saksi penting bagi Hijaz pra-Islam (wilayah tempat Makkah berada) dan latar belakang agama pembaca Al-Qur’an.

Akan tetapi, tidak semua orang sepenuhnya yakin tentang identitas penulisnya. Para peneliti mengatakan, temuan ini memberi gambaran sekilas tentang hari-hari awal Islam.

“Bertentangan dengan kepercayaan populer bahwa Islam lahir dalam terang sejarah, kita tidak tahu banyak tentang kebangkitan Islam dari sumber-sumber kontemporer,” kata Ahmad Al-Jallad, profesor studi Arab di The Ohio State University dan rekan penulis studi tersebut, dikutip dari Live Science.

“Periode waktu itu diselimuti misteri. Prasasti-prasasti ini memberikan dasar yang dapat diverifikasi untuk penulisan sejarah berbasis bukti dari periode ini,” imbuhnya.

Yusef Bilin, seorang kaligrafer Turki yang sedang mengunjungi masjid kuno di kota Taif yang diyakini dibangun oleh Alī bin Abī Ṭālib, Khalifah Islam keempat, melihat dua prasasti di sebuah batu besar yang menonjol sekitar 100 meter jauhnya.

Pada 2021, ia menyampaikan hal tersebut kepada penulis penelitian. Prasasti tersebut ditulis dalam aksara Paleo-Arab, yang menggambarkan fase akhir pra-Islam dalam alfabet Arab. Penulis prasasti di bagian atas dan bawah mengidentifikasi diri mereka sebagai Ḥanẓalah, putra ʿAbd-ʿAmr-w dan Abd al-ʿUzzē, putra Sufyān.

Tulisan tersebut jika diterjemahkan menjadi “Dengan nama-Mu, Tuhan kami, aku adalah Hanzalah (putra) Abd-‘Amr-w, aku mengajak (engkau) untuk bertakwa kepada Allah” dan “Dengan nama-Mu, Tuhan kami, aku adalah Abd al-‘Uzzē putra Sufyān, aku mengajak (engkau) untuk bertakwa kepada Allah.”

Para penulis mempelajari biografi Muslim tradisional Muhammad dan catatan silsilah orang Arab dan menemukan bahwa kombinasi nama-nama ini sangat langka. Satu orang dengan nama Ḥanẓalah, yang ayahnya adalah ʿAbd-ʿAmr, cocok dengan kriteria tersebut. Orang ini berasal dari suku Aws, yang bermukim di Yatshrib (sekarang dikenal sebagai Madinah) dan tampil menonjol sebagai sahabat Muhammad dalam literatur Islam awal.

Penggunaan bahasa Paleo-Arab dengan mudah menunjukkan bahwa prasasti-prasasti ini dibuat pada akhir abad keenam atau awal abad ketujuh dan sangat cocok dengan garis waktu Hanzalah, sang sahabat, yang tewas dalam pertempuran Uhud pada 625 M.

Nama orang kedua, ʿAbd al-ʿUzzē, merujuk pada dewi pagan Arab al-Uzza, yang semakin mendukung gagasan bahwa prasasti-prasasti tersebut dibuat oleh orang-orang yang bukan pengikut Muhammad, atau setidaknya belum menjadi pengikutnya.

Pengamatan ini mengarahkan para peneliti untuk menyimpulkan bahwa Hanzalah kemungkinan besar sama dengan yang dikaitkan dengan Muhammad dan bahwa ia mengukir kata-kata ini saat bepergian melalui Taif, mungkin dengan seseorang bernama ʿAbd al-ʿUzzē, sebelum ia masuk Islam.

“Pada dasarnya tidak masuk akal kalau prasasti ini dibuat setelah Muhammad memulai dakwahnya, karena orang-orang di Taif sangat memusuhi dia, dan tidak mungkin salah satu pengikutnya pergi ke sana dan meninggalkan prasasti ini,” kata salah satu penulis studi Hythem Sidky, direktur eksekutif International Quranic Studies Association di Washington, DC, Amerika Serikat.

Al-Jallad menambahkan bahwa patina prasasti dan pola pelapukan menunjukkan bahwa prasasti itu sudah ada di sana sejak lama, sehingga menutup kemungkinan adanya pemalsuan modern.

“Artikel tersebut merupakan karya ilmiah yang sangat mengesankan,” kata James Montgomery, profesor Studi Arab dan Timur Tengah di Cambridge University yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

“Penelitian tersebut cermat, teliti, dan berhati-hati dalam penggunaan bukti, dengan setiap klaim didukung dengan benar melalui referensi ke semua bukti yang relevan dan tersedia,” imbuhnya.

Meskipun Montgomery menganggap identifikasi tersebut kemungkinan besar akurat, ia tetap bersikap agnostik terhadap klaim bahwa Ḥanẓalah yang disebutkan dalam prasasti tersebut adalah salah satu tradisi Islam yang sama.

“Saya ingin menunda penilaian sampai kita memiliki dua prasasti lagi yang juga memenuhi kriteria penanggalan ketat yang digunakan oleh para penulis,” katanya.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version