Jumat, Oktober 4

Jakarta

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat tidak melanggar etik karena berstatus Ketua Umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI). MKMK tidak menemukan pelanggaran etik yang dilakukan Arief Hidayat dalam kedudukannya sebagai hakim MK.

Diketahui, Aliansi Pemuda Berkeadilan sebelumnya melaporkan hakim Arief Hidayat terkait penerimaan atau menerimanya jabatan Ketua Umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Indonesia (PA GMNI). Dalam laporannya, pelapor melaporkan Arief karena pendapat hukum atau dissenting opinion Arief dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Bahwa pendapat berbeda atau dissenting opinion yang disampaikan oleh hakim terlapor dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bukanlah merupakan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana didalilkan para pelapor,” ujar majelis MKMK Ridwan Mansyur dalam sidang pleno MKMK yang dibacakan di MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).


Majelis MKMK dalam pertimbangannya menyatakan PA GMNI bukan organisasi yang berafiliasi dengan parpol sebagaimana laporan terlapor. Sebab, sifat keanggotaannya terbuka.

“PA GMNI bukanlah organisasi yang berafiliasi pada suatu partai politik sebagaimana yang didalilkan pelapor. Karena, dengan sifat keanggotaannya yang terbuka, berdasarkan penalaran yang wajar, dapat dipahami bahwa setiap warga negara tidak terhalang haknya untuk menjadi anggota PA GMNI sepanjang memenuhi syarat,” katanya.

Ridwan mengatakan Arief tidak melanggar kode etik karena, sebelum pemilihan Ketum PA GMNI, Arief telah beriktikad baik meminta izin dahulu kepada Dewan Etik dan oleh Dewan Etik telah disetujui.

“Bahwa berkenaan dengan dalil pelapor perihal dugaan hakim terlapor melanggar kode etik karena dicalonkan bahkan terpilih menjadi Ketum PA GMNI, menurut Majelis Kehormatan, pada saat akan mencalonkan diri dalam kontestasi pemilihan Ketum PA GMNI, hakim terlapor telah beriktikad baik meminta izin terlebih dahulu kepada Dewan Etik dan oleh Dewan Etik telah dijawab melalui surat nomor 09/DEHK/U.02/V/2021 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Dewan Etik memperkenankan hakim terlapor untuk dicalonkan sebagai Ketum PA GMNI,” ucapnya.

“Dengan demikian, secara implisit, Dewan Etik dengan sendirinya telah mempertimbangkan proses pencalonan hakim terlapor sebagai Ketum PA GMNI dari perspektif Sapta Karsa Hutama,” imbuhnya.

Oleh karena itu, MKMK memutus Arief tidak melanggar kode etik. Arief tidak melanggar prinsip integritas serta prinsip kesopanan dan kepantasan dalam Sapta Karsa Hutama.

“Menimbang bahwa berdasarkan uraian duduk perkara, fakta-fakta yang terungkap dalam rapat dan sidang pemeriksaan, serta pertimbangan hukum dan etika di atas, dapat disimpulkan bahwa telah ternyata tidak terdapat pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, in casu prinsip integritas serta prinsip kesopanan dan kepantasan dalam Sapta Karsa Hutama yang dilakukan oleh hakim terlapor sebagaimana didalilkan pelapor,” kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam kesimpulannya.

Arief dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dalam pernyataan dissenting opinion pada perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagaimana laporan pelapor. Arief juga tidak melanggar etik karena menjabat sebagai Ketum PA GMNI.

“Memutuskan, menyatakan hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait penyampaian pendapat berbeda atau dissenting opinion dari hakim terlapor dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023,” bunyi putusan MKMK.

“Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait kedudukan hakim terlapor sebagai Ketua Umum Persatuan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia,” lanjut putusan MKMK.

Putusan ini dibacakan oleh I Dewa Gede Palguna sebagai ketua merangkap anggota, dan Ridwan Mansyur sebagai sekretaris merangkap anggota serta Yuliandri sebagai anggota MKMK.

(zap/dhn)

Membagikan
Exit mobile version