Rabu, September 18

Jakarta

Sundaland atau disebut Paparan Sunda, diyakini menjadi salah satu wilayah bermulanya peradaban manusia. Hingga kini, penelitian tentang Sundaland terus dilakukan dan menjadi incaran para ilmuwan.

Sundaland merupakan istilah yang digunakan oleh para ahli geologi dan arkeologi untuk merujuk pada benua di Asia Tenggara yang ada pada Zaman Es terakhir ketika permukaan laut jauh lebih rendah. Benua Sundaland tenggelam seiring berakhirnya Zaman Es dan permukaan air laut naik 150 meter, menyisakan wilayah yang kini menjadi Indonesia, Singapura, Malaysia.

Prof. Dr. Danny Hilman Natawidjaja, Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan, Zaman Es terakhir di Sundaland mencakup wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, dan Thailand. Wilayah ini menyimpan keunikan geologi dan paleogeografi.


“Sundaland sangat kaya alamnya, tetapi juga penuh bencana karena dia berada di Ring of Fire. Jadi bisa men-support satu peradaban besar, tetapi sekaligus juga bisa menghancurkannya,” kata Danny saat berbicara di Seminar Nasional Warisan Peradaban Sundaland yang diadakan (AIPI) di Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Sundaland di Zaman Es dan masa kini. Foto: dok. Dr. Danny Hilman Natawidjaja

Disebutkan Danny, Sundaland bila dilihat dari aspek geologi, mempunyai sejarah sangat panjang dengan zona subduksi yang terjadi setidaknya sejak 68 juta tahun lalu dan semakin aktif pada 45 juta tahun lalu.

“Dalam sejarah tektonik, Sundaland juga spesial karena sudah ada puluhan juta tahun yang lalu ketika pulau-pulau lain di Indonesia belum ada,” ujarnya.

Keunikan tektonik yang dimiliki Sundaland juga dikarenakan posisinya yang berada di tengah-tengah persimpangan lempengan Bumi yaitu lempengan Indo-Australia, lempengan Australia, lempengan Pasifik, dan lempengan Eurasia.

Ketika Zaman Es terakhir, ketinggian muka laut 130 meter lebih rendah dari pada hari ini dan memunculkan daratan Sundaland. Lalu pada 9.600 Sebelum Masehi (SM), permukaan laut 60 meter lebih rendah dari daratan. Namun ketika es mulai mencair, kondisi ini menyebabkan terjadinya kenaikan permukaan laut yang menenggelamkan Sundaland.

“Yang unik lainnya kalau kita lihat di zona tropis, Sundaland satu-satunya daratan yang tenggelam karena kenaikan muka air laut sejak Zaman Es,” tuturnya.

“Tentu pertanyaan berikutnya kalau kita melihat penyebaran dari peradaban dunia apakah di Sundaland ada peradaban?” Danny melempar pertanyaan.

Bukti Peradaban Sundaland

Para ilmuwan terus menggali lebih dalam untuk menemukan berbagai temuan yang memiliki keterkaitan untuk mengungkap Sundaland. Beberapa penelitian yang dilakukan ilmuwan Indonesia, berpotensi membuka jalan bahkan menjadi bukti adanya peradaban di wilayah yang tenggelam tersebut.

Berdasarkan data 3D Seismic ahli geologi Dr. Andang Bachtiar di Teluk Thailand, ditemukan jejak sungai purba yang saat ini berada di sekitar 70 meter di bawah permukaan air laut.

“Yang mengejutkan, saat model ini di-slice pada kedalaman 100 meter, tak hanya terlihat jejak sungai yang lebih purba tapi jaringan air yang membentuk seperti sarang laba-laba. (Jaringan seperti ini) bukan jaringan sungai alamiah melainkan irigasi,” ujarnya.

Temuan lainnya adalah penelitian di Selat Sunda dengan memanfaatkan multibeam oleh Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia, Dr. Gegar Prasetya. Penelitiannya menemukan pelabuhan yang tenggelam sekitar 60 meter di bawah permukaan laut saat ini.

“Terlihat bentuknya bukan karena proses geologi tapi merupakan dredging dari pelabuhan menurut Pak Gegar. Bahkan ada jalan masuk dan keluarnya,” Danny memaparkan.

Selain dua temuan di perairan tersebut, lebih banyak temuan di daratan yang cukup kuat berpotensi sebagai bukti peradaban Sundaland. Yang paling terkenal adalah situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat.

“Di daratan, kita sebenarnya sudah punya data yang cukup bagus juga. Gunung Padang, ini adalah peradaban pada Zaman Es,” ujarnya.

Sayangnya, setelah sempat menggemparkan dunia, serta tayang sebagai film dokumenter ilmiah ‘Ancient Apocalypse’ di Netflix, penelitian tentang Gunung Padang harus dicabut (retract).

“Setelah di-review selama 9 bulan, dinyatakan memenuhi syarat ilmiah, sudah published, pernah menggegerkan dunia selama satu bulan, reaksinya pun sangat positif, kemudian ada serangan bertubi-tubi dari seluruh dunia yang akhirnya paper ini di-retract oleh publishernya dengan alasan ada major error, tapi tidak pernah dijelaskan bukti dan argumen ilmiahnya,” Danny menyayangkan.

Ia menambahkan, tak hanya Gunung Padang, banyak warisan keagungan Nusantara yang belum diteliti. Warisan-warisan ini adalah jejak peradaban di masa itu, dan sangat mungkin memiliki keterkaitan dengan jejak peradaban dunia.

Menurut Danny, berbagai warisan Nusantara yang masih misterius ini perlu diteliti hingga tuntas. Warisan tersebut antara lain situs Kumitir, Trowulan – Majapahit di Jawa Timur, piramida di Danau Toba, hingga kawasan megalitikum Kalamba dan Palindo serta piramida di Lembah Napu di Sulawesi Tengah.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version