Jakarta –
Keputusan kontroversial Presiden Yoon Suk Yeol memberlakukan darurat militer yang pertama sejak empat dekade berujung kepada pemakzulan presiden oleh anggota parlemen. Walau keputusan itu (darurat militer) segera dicabut, namun hal ini membawa pengaruh besar kepada ekonomi-politik di Negeri Ginseng.
Kelompok oposisi Sabtu (7/12) mengusulkan pemakzulan. Gelombang demonstrasi besar pun menuntut hal yang sama. Namun upaya ini gagal menjaring pembelot dari Partai Kekuatan Rakyat, PPP, demi mendukung pemakzulan. Tanpa dukungan anggota fraksi pemerintah, kelompok oposisi Korsel kekurangan suara untuk melengserkan Yoon.
Namun, setelah sepekan melobi, ditambah penyelidikan dugaan makar terhadap Yoon, Partai Demokrat pun sepakat dengan pemakzulan ini. Tak hanya jajaran pemerintahan, ‘restu’ pemakzulan ini juga didukung oleh sedikitnya ada 200.000 orang berdemonstrasi.
Pada hari Sabtu (14/12/2024) sebanyak 204 dari 300 anggota parlemen memilih untuk memakzulkan presiden atas tuduhan pemberontakan. Sementara 85 anggota parlemen lainnya memilih untuk menolak usulan tersebut. Tiga anggota abstain, dengan delapan suara dibatalkan.
“Pemakzulan hari ini adalah kemenangan besar rakyat,” demikian pernyataan dari pemimpin fraksi Partai Demokrat Park Chan-dae setelah pemungutan suara pemakzulan Yoon diselenggarakan, seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (14/12).
PM Korsel menjadi presiden sementara
Atas putusan parlemen ini, Yoon Suk Yeol pun diskors dari jabatannya. Untuk saat ini, Perdana Menteri (PM Korsel) Han Duck-soo yang menjabat sebagai presiden sementara.
Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan akan berunding apakah akan menguatkan pemakzulan tersebut. Jika mendukung pemakzulannya, Yoon akan menjadi presiden kedua dalam sejarah Korea Selatan yang berhasil dimakzulkan.
Bagaimana kondisi pariwisata Negeri Ginseng?
Gonjang-ganjing politik juga mempengaruhi sektor pariwisata hingga klinik kecantikan. Dilansir dari Reuters, Kamis (12/12/2024) mulai dari klinik bedah plastik hingga perusahaan tur dan jaringan hotel, sektor perhotelan Korea Selatan waspada terhadap potensi dampak krisis politik yang berkepanjangan. Padahal mereka belum pulih sepenuhnya karena pandemi.
Lebih dari selusin sumber perhotelan dan administrasi mengatakan keterlibatan tentara dalam krisis politik terbaru merupakan masalah serius yang dapat menghalangi perjalanan wisata dan bisnis. Padahal sektor ini baru akan mendekati pemulihan penuh dalam jumlah pengunjung, yang mencapai 97% dari tingkat sebelum COVID pada bulan Oktober.
“Ada semakin banyak contoh wisatawan asing yang membatalkan kunjungan ke Seoul dan memperpendek masa tinggal mereka,” kata Wali Kota Seoul Oh Se-hoon. Namun Oh tetap menyatakan “Seoul aman”, dalam bahasa Inggris, Mandarin, dan Jepang kepada media.
Kehidupan sehari-hari dan aktivitas pariwisata terus berlanjut seperti biasa. Walau kondisinya aman, namun beberapa wisatawan telah membatalkan pemesanan dan banyak juga wisatawan yang mempertanyakan bagaimana jika kondisi berubah-ubah.
Grup hotel Accor, yang mencakup merek Fairmont dan Sofitel, mengatakan pihaknya mencatat adanya peningkatan pembatalan sejak 3 Desember, sekitar 5% lebih tinggi daripada bulan November. Asosiasi Start-up Pariwisata Korea mengatakan pemesanan untuk paruh pertama tahun 2025 telah mengalami penurunan tajam.
Kamar-kamar di hotel-hotel yang sebelumnya telah penuh di Seoul, telah berubah status ‘tersedia’ karena pembatalan dengan beberapa hotel. Beberapa agen pun terpaksa harus menurunkan harga demi menarik lebih banyak pemesanan.
Korea Selatan adalah tujuan global teratas untuk wisata medis dan bedah plastik. Karena kondisi politik ini, turis yang ingin wisata medis, juga banyak yang membatalkan. Sebuah klinik bedah plastik di lingkungan kelas atas Gangnam di Seoul juga mengatakan beberapa pasien asing telah membatalkan kunjungan sejak insiden darurat militer.
(sym/sym)