Jakarta –
Amnesti merupakan salah satu hak prerogatif Presiden. Amnesti diberikan oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau dapat diberikan tanpa pengajuan permohonan terlebih dahulu.
Selain amnesti, ada juga abolisi, grasi hingga rehabilitasi yang termasuk dalam salah satu bentuk hak prerogatif Presiden. Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.”
Apa Itu Amnesti dan Bagaimana Ketentuannya?
Amnesti dapat diartikan sebagai pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara (Presiden) kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Amnesti yang diberikan untuk banyak orang dapat disebut sebagai amnesti umum.
Pemberian amnesti ini diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UUD 1945 (Amandemen Pertama). Dan lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 disebutkan bahwa akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang yang diberikan amnesti dihapuskan. Dengan pemberian abolisi maka penuntutan terhadap orang-orang itu ditiadakan.
Pemberian amnesti dari Presiden kepada seseorang atau sekelompok orang ini dengan memperhatikan pertimbangan dari MA serta DPR, namun juga dapat diberikan tanpa pengajuan permohonan terlebih dahulu.
Sejarah Pemberian Amnesti oleh Presiden Indonesia
Mengutip dari IndonesiaBaik, sejarah panjang pemberian amnesti oleh setiap Presiden Republik Indonesia tercatat pernah dilakukan sejak masa pemerintahan Sukarno, yakni dengan menerbitkan Keputusan Nomor 303 tahun 1959. Selanjutnya, Presiden Sukarno kembali menerbitkan Keputusan Nomor 449 tahun 1961. Amnesti ini diberikan kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan.
Pemberian amnesti juga pernah dilakukan pada masa pemerintahan Soeharto, yakni dengan memberikan amnesti umum dan abolisi kepada para pengikut gerakan Fretilin di Timor Timur baik di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri. Sebagaimana termuat dalam Keputusan Presiden Nomor 63 tahun 1977.
Kemudian Presiden B.J. Habibie sebagai pengganti Soeharto segera mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 1998. Saat itu Habibie juga memberikan amnesti dan atau abolisi kepada dua individu oposisi politik, serta memberikan amnesti kepada tahanan politik Papua melalui Keppres Nomor 123 Tahun 1998.
Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), salah satu pemberian amnesti ditujukan untuk tahanan politik aktivis pro-demokrasi, termasuk aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), salah satunya Budiman Sudjatmiko (mantan Ketua PRD) pada peringatan hari HAM internasional, 10 Desember 1999 melalui Keppres Nomor 159 Tahun 1999.
Praktik pemberian amnesti terus berlanjut hingga masa pemerintahan Presiden RI berikutnya.
(wia/jbr)