Jumat, September 20


Jakarta

Anggota Komisi III DPR, Sari Yuliati menekankan pentingnya seluruh pihak untuk bersikap adil dan jangan menyeret orang yang tidak bersalah dalam mencari penyelesaian kasus dugaan perundungan yang terjadi di BINUS SCHOOL Simprug, Jakarta Selatan.

Hal itu diungkapkannya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI terkait kasus perundungan SMA BINUS Simprug pada Selasa (17/9).

“Saya paham kondisi pelapor itu sangat traumatis. Tetapi kita juga sebagai orang tua, baik kuasa hukum dari pihak manapun, polisi, dan komisi III, kita harus benar-benar menempatkan persoalan ini seadil-adilnya, karena ini adalah tentang masa depan anak-anak kita,” ujarnya dalam keterangan tertulis.


Sari mengingatkan semua pihak jangan sampai menyeret orang yang tidak bersalah hanya karena profesi orang tua mereka. Ia juga menyampaikan jangan sampai pihak-pihak tertentu mempergunakan profesi orang tua dari anak-anak tersebut untuk mencari simpati atau sensasi.

“Pihak manapun tidak boleh memihak atau bahkan mengarang-ngarang cerita. Kita harus mendudukan persoalan ini [berdasarkan fakta] yang sebenarnya-benarnya. Jangan kita ajarkan anak-anak praktik-praktik yang tidak baik. Kalau memang anak kita salah, kita bilang salah. Kalau anak kita tidak salah, kita bilang tidak salah. Tidak perlu ada yang ditutup-tutupi,” ujar Sari.

Dalam penutup sidang, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman meminta kepolisian mengedepankan restorative justice dalam menangani persoalan antar siswa di SMA Binus Simprug. Habiburokhman yakin bahwa semua pihak mau agar hukum ditegakkan. Selain itu, baik terlapor maupun yang dilaporkan sama-sama mendorong agar masalah ini diselesaikan lewat jalur restorative justice.

Sebelumnya diberitakan, salah satu siswa SMA BINUS SCHOOL Simprug RE (18) telah mengatakan di sejumlah kesempatan bahwa ia adalah korban perundungan yang dilakukan sejumlah siswa. Selain itu, ia mengalami kekerasan fisik pada 30 dan 31 Januari, 2024. Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 31 Januari oleh Bapak Sudiarmon, selaku bapak dari RE. Dalam proses penyelidikan, sudah ada 18 saksi yang diperiksa.

Namun, sejumlah pernyataan RE berlawanan dengan bukti-bukti dan fakta lapangan yang ditemukan oleh sekolah, pernyataan polisi dan pernyataan dari pihak terlapor.

Sempat beredar pula cerita bahwa salah satu terlapor adalah anak ketua partai, yang berasal dari informasi pihak pelapor. Hal ini pun sudah dibantah oleh Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmad Idnal.

“Dari ada beberapa informasi, yang disebut tadi ada anak ketua partai dan lain hal, sesuai data hukum dan data yang ada, kasi sudah cek KK, kami belum tahu yang dimaksud,” jelasnya.

Dalam keterangan pelapor di RDP tersebut, pelapor merevisi kronologi dugaan bullying terhadapnya. Di sejumlah kesempatan, ia mengaku digiring oleh 30 orang dan dikeroyok 3 orang. Setelah bukti CCTV dibuka ke publik dan terbukti tidak ada 30 orang yang melakukan penggiringan, di RDP ia mengganti jumlahnya menjadi belasan orang.

Pada kesempatan yang sama Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idna, juga menyampaikan hasil visum pelapor yang berbeda dengan pengakuan pelapor di sebuah podcast.

Sebelumnya RE mengatakan bahwa rahangnya bengkok dan gigi hampir copot, namun hasil visum tersebut tidak menunjukkan hal tersebut.

“Kami sudah melakukan visum [kepada pelapor] dan menemukan pipi kiri tampak memar seluas 3 cm, teraba benjol dan nyeri di bagian kepala,” ujar Ade Rahmat.

Lebih lanjut, Ade Rahmat menyampaikan bahwa polisi sudah mengumpulkan alat bukti, yaitu saksi-saksi, visum et repertum, keterangan dokter dari Rumah Sakit Pertamina Pusat, dan video siswa di toilet. Sekolah juga telah menyerahkan seluruh CCTV sebagai barang bukti, termasuk yang sempat ditampilkan saat RDP.

(prf/ega)

Membagikan
Exit mobile version