Nusa Dua –
Menteri Keuangan Sri Mulyani memangkas anggaran perjalanan dinas kementerian sampai 50% demi alasan penghematan. Hotel-hotel di Bali dan NTB pun merasa ketar-ketir.
Menkeu Sri Mulyani mengeluarkan surat edaran yang meminta pejabat negara menghemat anggaran perjalanan dinas sampai 50 persen.
Tentu saja surat edaran itu membuat hotel-hotel di Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) merasa sangat khawatir. Sebab, potensi pendapatan hotel dari sektor meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE) mereka terancam anjlok parah.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace menyayangkan adanya kebijakan pemangkasan perjalanan dinas tersebut.
Cok Ace menerima beberapa keluhan dari pemilik hotel di kawasan Nusa Dua, Badung, yang paling merasakan lantaran kegiatan seremonial dari lembaga kerap digelar di sana.
“Jujur dari sisi usaha dalam hal ini tentu kami sayangkan,” ujar Cok Ace saat dihubungi, Selasa (12/11).
Cok Ace pun menyayangkan adanya pembatalan agenda kementerian di daerah lain gegara kebijakan tersebut. Pun demikian, mantan wakil gubernur Bali itu menyampaikan belum ada agenda pemerintah pusat yang dibatalkan di Bali.
“Saya dua hari lalu baru ke Nusa Dua, ngobrol-ngobrol belum (ada pembatalan),” ucap tokoh Puri Ubud itu.
“Pasti berdampak, tapi laporan dari anggota belum ada (pembatalan) sampai hari ini,” imbuhnya.
Cok Ace memandang kebijakan ini akan menyulitkan pengusaha hotel yang telah memiliki pangsa pasar besar. Padahal, daya saing dan pembangunan hotel di Bali kian masif.
“Tentu kami harus bekerja keras lagi membuka peluang penyeimbang lainnya atas market yang hilang kami bisa cari,” ungkap Cok Ace.
Ia tidak ingin pengusaha hotel akan bersaing dengan harga. Sebab, saat ini masih proses pemulihan pasca pandemi COVID-19.
“Karena tidak semudah itu mengisi ceruk yang hilang tidak mudah kita isi dalam waktu segera,” tuturnya.
Hotel-hotel di NTB Terdampak Kebijakan Sri Mulyani
Pembina dan Penasihat PHRI NTB, I Gusti Lanang Patra, mengatakan sektor usaha perhotelan di NTB akan sangat terdampak dengan adanya pemangkasan anggaran perjalanan dinas. Setelah instruksi itu terbit, pembatalan agenda pemerintah berupa MICE pada 2025 mendatang mulai terjadi.
“Ada beberapa pembatalan, sekitar 4 (hotel) dan kebanyakan terjadi di hotel-hotel yang ada di Kota (Mataram). Saat ini, mereka (pihak hotel) tengah menunggu kebijakan (lanjutan terkait pemangkasan anggaran perjalanan dinas),” kata Lanang kepada detikBali di Mataram, Selasa.
Menurut Lanang, dari edaran Menteri Keuangan tersebut, hotel-hotel di dalam kota akan merasakan dampak yang paling besar jika dibandingkan dengan di kabupaten karena MICE biasanya banyak di tengah kota.
“Kalau hotel yang ada di luar kota (Mataram) pengaruhnya kecil,” imbuhnya.
Pendapatan Hotel-hotel Bisa Anjlok sampai 50%
Lanang menilai, kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas sangat berdampak besar bagi usaha hotel. Pasalnya, kontribusi agenda pemerintah terhadap pendapatan hotel mencapai 50 persen. Bahkan, ada yang lebih.
“Kalau ada pemangkasan anggaran perjalanan dinas dari pusat (sudah diberlakukan), sudah pasti angka okupansi atau tingkat hunian kamar kita bisa menurun, bahkan bisa turun sampai 50 persen juga,” tutur Lanang.
PHRI berharap agar sektor pariwisata, khususnya sektor hotel, tidak mengalami dampak yang besar. Pasalnya, kontribusi MICE sangat besar bagi usaha hotel di NTB.
“Kalau bisa dibilang 50 persen MICE, 50 persen bisnis dan wisatawan yang datang berlibur, jadi pengaruhnya pasti besar (dengan adanya perjalanan dinas pejabat),” ungkap Lanang.
Tidak hanya sektor hotel saja yang terdampak dengan adanya surat edaran dari Menteri Keuangan terkait pemangkasan anggaran perjalanan dinas. Namun, ada sektor lain yang juga akan berdampak, yakni usaha makanan minuman serta usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Begini Isi Surat Edaran Menkeu Sri Mulyani
Dikutip dari detikFinance, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menerbitkan surat edaran yang meminta pejabat negara melakukan efisiensi belanja perjalanan dinas. Efisiensi tersebut merupakan tidak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam sidang kabinet 23 Oktober dan 6 November 2024.
“Menindaklanjuti arahan Bapak Presiden RI dalam Sidang Kabinet tanggal 23 Oktober 2024 dan tanggal 6 November 2024 agar Kementerian/Lembaga melakukan efisiensi Belanja Perjalanan Dinas TA 2024,” tulis surat bernomor S-1023/MK.02/2024, dilihat detikcom Sabtu (9/11/2024).
Dalam surat tertanggal 7 November 2024 itu, terdapat tujuh arahan dari Sri Mulyani terkait belanja perjalanan dinas untuk sisa tahun anggaran (TA) 2024. Berikut rinciannya.
1. Menteri/Pimpinan Lembaga diminta untuk meneliti kembali berbagai kegiatan yang memerlukan belanja perjalanan dinas pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2024 yang dapat dihemat dengan tetap menjaga efektivitas pencapaian target sasaran program pada masing-masing Kementerian/Lembaga.
2. Terhadap belanja perjalanan dinas tersebut sebagaimana dimaksud pada angka satu dilakukan penghematan minimal 50% dari sisa pagu Belanja Perjalanan Dinas pada DIPA TA 2024 terhitung sejak surat ini ditetapkan.
3. Dalam hal terdapat kebutuhan anggaran belanja perjalanan dinas yang harus dipenuhi setelah penghematan tersebut, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan dispensasi penggunaan sisa dana dimaksud kepada Menteri Keuangan.
4. Kebijakan penghematan belanja perjalanan dinas, dikecualikan untuk:
a. belanja perjalanan dinas bagi unit yang dalam pelaksanaan tugas dan fungsi utamanya memerlukan perjalanan dinas, dan
b. belanja perjalanan dinas tetap antara lain untuk biaya perjalanan dinas bagi penyuluh pertanian, juru penerang, dan penyuluh agama serta biaya perjalanan dinas pada kedutaan besar/atase.
5. Kementerian/Lembaga melakukan pembatasan belanja perjalanan dinas secara mandiri melalui mekanisme revisi dan mencantumkan dalam catatan halaman IV.A DIPA sebagai penghematan dan mengoordinasikan pelaksanaan penghematan sebagaimana tersebut pada angka 1 pada instansi vertikal/satuan kerja di lingkup Kementerian/Lembaga masing-masing.
6. Revisi pencantuman dalam catatan halaman IV.A DIPA dilaksanakan di Kanwil Ditjen Perbendaharaan.
7. Untuk memastikan implementasi pembatasan secara mandiri oleh Kementerian/Lembaga maka Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja tidak dapat mengajukan permintaan pembayaran biaya perjalanan dinas sebelum melakukan revisi pencantuman sebagaimana dimaksud pada angka 6.
——
Artikel ini telah naik di detikBali.
(wsw/wsw)