Sabtu, Januari 4


Jakarta

Penerapan cukai karbon untuk kendaraan bermotor masih menjadi wacana di Indonesia. Padahal, jika pemerintah benar-benar serius memberlakukan kebijakan tersebut, pemerintah bisa mendapatkan setoran pajak hingga Rp 92 triliun setiap tahunnya.

Sebelumnya pemerintah telah menerapkan pajak kendaraan bermotor berdasarkan karbon sejak Oktober 2021 lalu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 tahun 2019 mengenai peralihan penerapan pajak barang mewah kendaraan bermotor (PPnBM) dari yang semula berdasar bentuk kendaraan dan besaran mesin, menjadi berdasarkan tingkat emisi gas buang, serta efisiensi penggunaan bahan bakarnya.

Menyusul kebijakan tersebut, pemerintah juga diharapkan bisa menerapkan kebijakan susulan berupa cukai karbon untuk kendaraan bermotor. Cukai karbon diklaim bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi buat pemerintah pusat yang saat ini sedang gencar-gencarnya meningkatkan pemasukan. Saat ini, cukai karbon untuk kendaraan bermotor masih dalam tahap wacana di internal pemerintahan.


Menurut Direktur Eksekutif KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbel) Ahmad Safrudin, pemerintah bisa mengoptimalkan pemasukan dari sektor otomotif lewat cukai karbon. Pungutan yang dihasilkan cukai karbon bahkan diklaim bisa lebih besar daripada pungutan pajak lainnya.

“Terkait potensi cukai karbon, jika kita ingin memperoleh ruang fiskal baru, dalam konteks ini adanya ruang baru bagi pendapatan negara atau pendapatan pemerintah. Kan sekarang isunya pemerintah akan mencari income baru, sumber pendapatan baru. Setelah dicari berbagai cara, tidak menemukan solusi. Maka diambil cara-cara kuno yaitu dengan cara menaikkan pajak (PPN),” bilang Safrudin dalam diskusi Opsi Laen PPN12%: Cukai Carbon Kendaraan Catatan Mitigasi Emisi Kendaraan Tahun 2024, di Jakarta, Senin (30/12/2024).

Lanjut Safrudin menjelaskan, cukai karbon bisa menjadi solusi atau jalan tengah selain PPN 12%. Pemerintah bisa menerapkan tax feebate dan tax rebate untuk kendaraan bermotor. “Tax feebate adalah pajak tambahan yang harus dipungut terhadap benda yang akan digunakan atau dibeli masyarakat. Sebaliknya, rebate, adalah insentif yang diberikan ke masyarakat,jika memenuhi persyaratan tertentu dalam mengonsumsi barang tertentu. Nah, persyaratan yang digunakan adalah standar (emisi) karbon,” kata Safrudin lagi.

Berdasarkan riset KPBB, Safrudin mengatakan pemerintah bisa menghasilkan puluhan triliun rupiah tiap tahunnya dari penerapan cukai karbon. Itu bisa dihasilkan dari rata-rata penjualan satu juta unit mobil setiap tahunnya dan sekitar enam juta unit sepeda motor setiap tahunnya di Indonesia.

“Kami menghitung, sebenarnya pemerintah punya peluang pendapatan sekitar Rp 92 triliun dari cukai karbon kendaraan bermotor, jadi angkanya besar sekali. Coba dibanding dengan kenaikan PPN 1% (dari 11% menjadi 12%), itu paling tidak hanya Rp 67 triliun. Jadi (cukai karbon) lebih besar Rp 25 triliun (dari PPN 12%). Jadi kenapa pemerintah tidak memilih opsi (cukai karbon) seperti ini?,” tanya Safrudin.

(lua/din)

Membagikan
Exit mobile version