Jakarta –
Banjir melanda Medan dan wilayah sekitarnya akibat hujan deras pada akhir November lalu, tepatnya di hari pencoblosan Pilkada Serentak 2024. Briptu Johannes Abdi Negoro Sibarani yang sedang siaga dan patroli di Deli Serdang mendengar adanya laporan banjir di sejumlah titik.
“Kejadiannya pada saat pemilihan serentak 27 November. Kami personel dalmas (pengendalian massa) memang ditugaskan standby untuk pemilihan kemarin, mana tahu ada eskalasi sekalian patroli, mobile. Pada saat itu banjir juga, kita digeser juga untuk pantau banjir,” kata Briptu Johannes mengawali obrolan dengan detikcom dalam program Hoegeng Corner, Kamis (12/12/2024).
Dia mengatakan semula laporan warga yang masuk terkait tiga titik banjir. Kemudian masuk lagi laporan soal warga yang perlu bantuan evakuasi.
“Pada saat itu hujan deras di Medan, Deli Serdang semuanya. Lalu kami mendapat laporan dari warga bahwa ada tiga titik lokasi banjir. Saat itu saya dan rekan-rekan berada di titik banjir lain, di situ ada laporan warga butuh dievakuasi,” ujar dia.
Polisi kelahiran 4 Februari 1994 ini bersama belasan personel Dalmas Sat Samapta Polresta Deli Serdang lalu menuju Tumpatan Nibung, Batang Kuis, lokasi di mana seorang lansia terjebak banjir. Meski Briptu Johannes mengaku saat itu dia dan rekan-rekannya mengarah ke lokasi dengan kondisi minim alat search and rescue (SAR).
“Dalamnya banjir dua sampai 5 meter. Warga beri tahu ada lansia terjebak banjir di situ, mereka laporan. Saat saya di TKP, masih hujan deras, kita nggak bisa ukur kedalaman dengan kasat mata karena airnya kan warna keruh, cokelat, dan arusnya juga deras karena ada sungai juga kan di dekat situ, ada persawahan warga juga,” jelas Johannes.
Lansia tersebut bernama Ucok, usia 70 tahun. Kakek itu terjebak banjir lantaran nekat pergi ke sawahnya pagi hari.
“Bapak Ucok ini kan pagi-pagi keluar rumah, ke sawahnya. Lalu saat air naik, dia ke gubuknya. Tapi karena air terus naik, bapak ini terseret arus dan dia menyelamatkan diri dengan pegangan di pohon,” ucap Johannes.
Johannes mengaku ada dorongan dalam dalam hatinya untuk segera mengevakuasi Kakek Ucok. Dia pun beranggapan tak bisa terus-menerus menanti alat SAR dari lokasi lain tiba di Tumpatan Nibung.
“Pada saat itu alat-alat SAR kami sudah dipakai di beberapa titik untuk evakuasi warga juga, jadi ya mungkin kalau kita nunggu lagi alat akan lama kita evakuasi Bapak ini. Kebetulan kita lihat bapak itu kondisinya sudah kedinginan, sudah basah kuyup, bingung-bingung mungkin dia mau ke mana lagi karena semua sudah banjir,” terang anak ketiga dari lima bersaudara ini.
Khawatir Kakek Ucok Terseret Arus Makin Jauh
Khawatir air makin tinggi dan Kakek Ucok terseret arus lebih jauh lagi, Johannes pun meminta izin kepada atasannya untuk melakukan evakuasi dengan cara berenang. Atasannya pun mengingatkan Johannes bahwa nekat berenang di tengah banjir dan derasnya arus dapat membahayakan diri sendiri.
“Takutnya air makin naik, arus makin deras apalagi bapak itu sudah lansia, bisa saja terbawa arus lebih jauh lagi bapak itu. Itu yang saya pikirkan. Kami sempat menunggu mana tahu ada alat evakuasi yang sudah selesai di TKP lain. Tapi kalau menunggu terus bisa lama itu Ya sudah tanpa berpikir panjang saya langsung minta izin berenang ke bapak itu,” kata Johannes.
“Waktu mau berenang sempat juga dikasih nasihat sama perwira pengendali, “Yakin nggak bisa berenang ke sana? Jangan nanti kita malah jadi korban’. Saya bilang, “Ya sudah Ndan, nggak apa-apa, Ndan. Mudah-mudahan saya bisa nolong‘,” sambung dia menirukan inti percakapan dengan atasannya.
Briptu Johannes Sibarani diberi piagam penghargaan dari Irjen Whisnu Hermawan Februanto. (dok. Istimewa)
|
Tak hanya nekat, kemampuan berenang di sungai sejak di bangku sekolah dasar (SD) menjadi modal Johannes meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia mampu menjangkau Kakek Ucok yang terjebak banjir. Dia pun merasa jaraknya dengan Kakek Ucok tak terlalu jauh.
“Awal saya berani berenang karena di mata saya itu si Bapak kelihatannya dekat, makanya saya berani, mungkin itulah petunjuk, dorongan dari Yang di Atas untuk saya nolong Bapak itu. Saya pun dari kelas IV SD sudah belajar (berenang) di sungai, jadi anak sungai dari SD. Makanya sebelum turun ke air, saya pikirkan dulu Langkah yang harus diambil bagaimana selama 15 menit. Saya tidak bisa langsung berenang lurus karena arusnya deras, kita lawan arus bisa kita kelelahan di tengah, itu bahaya juga,” ujar dia.
Berenang Sejauh 300 Meter saat Arus Deras
Johannes pun berenang dari arah kiri ke kanan untuk menghindari arus. Dia sudah tak peduli terhadap omongan masyarakat soal kemungkinan hewan liar seperti ular atau buaya bisa saja muncul karena air sungai meluap.
“Jadi saya melambung berenangnya, makanya jadi agak jauh dari kiri ke kanan. Ya dengar-dengar masyarakat ngomong khawatir ada buaya lah, ular lah, namanya air sungai meluap, situasi banjir,” kata dia.
Dia menuturkan jarak antara tim evakuasi dengan Kakek Ucok ternyata tak sedekat yang dilihat dia. Sempat dia kelelahan di tengah jalan.
“Sudah lelah kali, merasakan kek mana gitu, pikiran ke mana-mana, mana nggak sempat pemanasan. Kaki kita ini kaya dihantam (arus) dari atas, kuping pun sudah berdengung. Mau menyerah nggak mungkin, karena saya sudah di tengah, mau ke belakang jauh, ke depan masih jauh,” cerita Johannes.
Menurut dia, jika mengandalkan kekuatan sendiri, dia mungkin saja tak sanggup mencapai Kakek Ucok. Dia yakin Tuhan menolongnya berenang hingga ke tujuan.
“Saat itu mungkin itu sudah bukan kekuatan kita (manusia) lagi, tapi dari dalam ini ada kaya yang menguatkan saya. Saya pun memanggil nama Yang di Atas, “Kuatkan saya, Tuhan”. Akhirnya sampai juga di kakek itu. Kalau bolak-balik berenangnya itu 300 meteran kurang lebih. Rasanya saat berenang itu kaki nyangkut-nyangkut karena kan banyak tanaman-tanaman,” jelas Johannes.
Singkat cerita dia berhasil menjangkau Kakek Ucok dan membawa lansia tersebut ke tempat yang lebih tinggi. “Waktu saya sampai di atas barulah berasa itu kaki kita telapaknya ada lima luka robek-robek, entah kena apalah,” tambah dia.
Anak dari ayah pensiunan PNS dan ibu bidan ini menuturkan dadanya sempat sesak usai berenang sejaub 300 meter. Namun pelukan Kakek Ucok membuat sesak dan lelahnya berkurang.
“Begitu naik (dari air), saya kan sudah habis nafas, saya ambil nafas dulu. Rupanya Pak Ucok ini langsung meluk saya, dalam kali itu pelukannya. Langsung dibilangnya sambil dia sedih, ‘Pak terima kasih banyak ya’. Di situlah rasa capek ku sedikit hilang,” pungkas Johannes.
Briptu Johannes kemudian dilarikan ke Poliklinik Polresta Deli Serdang karena sesak napas dan keram kaki.
(aud/knv)