
Jakarta –
Satelit orbit rendah milik Amazon yang diberi nama Amazon Kuiper mau masuk ke Indonesia. Disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, kehadirannya itu tidak menggantikan Satelit Satria-1.
“Belum, belum, belum ada rencana terkait itu (menggantikan Satelit Satria-1),” jelas Meutya kepada awak media usai acara peluncuran Mudikpedia 2025 di kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Untuk sekarang Amazon Kuiper memang belum resmi beroperasi di Tanah Air. Statusnya saat ini masih dalam proses pengajuan izin, termasuk lisensi telekomunikasi dan hak peminjaman satelit, sesuai regulasi terbaru yang memungkinkan perusahaan asing beroperasi dengan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Global Head of Licensing and International Regulatory Affairs Amazon Project Kui, Gonzalo de Dios, mengaku ingin bekerja sama dengan pemerintah dan mitra lokal untuk menyediakan akses lebih luas bagi masyarakat Indonesia. Dirinya memahami, konektivitas menjadi tantangan di banyak daerah terpencil.
Hal itu juga sejalan dengan apa yang sampaikan oleh Meutya. Ia menegaskan teknologi satelit memainkan peran penting dalam mengatasi kesenjangan digital, terutama di daerah terpencil.
“Kami menyambut baik komitmen Amazon Kuiper dalam mendukung perluasan konektivitas digital di Indonesia. Kami terbuka terhadap investasi serta teknologi baru apa pun yang dapat membantu kami untuk mencapai konektivitas di Indonesia,” kata Meutya.
Sedikit informasi, Satelit Satria-1 merupakan satelit super canggih yang sepenuhnya dimiliki dan dikendalikan oleh Pemerintah Indonesia. Satelit ini merupakan bagian proyek strategis nasional, yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Peluncurannya menjadi salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan konektivitas, sekaligus mengurangi kesenjangan digital di Tanah Air. Satelit Satria-1 hadir untuk melayani 37 ribu titik lokasi yang selama ini belum dilengkapi kualitas internet memadai.
Namun nasibnya sempat dipertanyakan ketika Starlink masuk ke Indonesia. Pada Mei 2024, Wamenkomdigi Nezar Patria pernah mengungkapkan kalau kedatangan Starlink untuk menjadi pelengkap saja.
Nezar mengatakan Satria-1 yang memiliki kapasitas 150 Gbps hanya melayani sekitar 37 ribu titik. Tidak satu areanya dapat memberikan kecepatan internet maksimal 5 Mbps.
Hal itu yang diharapkan dapat diatasi Starlink di Indonesia, terutama konektivitas di empat sektor yang belum terjangkau sinyal internet di daerah pelosok Tanah Air tersebut. “Ada juga daerah-daerah yang mungkin nggak bisa dijangkau oleh Satria-1 ini, sehingga membutuhkan koneksi yang lain. Dan ini complementer saja dengan Starlink,” ujarnya.
(hps/fay)