Jumat, Desember 5


Jakarta

Menjadi atlet tidaklah mudah. Selain harus bisa menjaga prestasi di usia emas, mereka juga harus bisa bertahan setelah pensiun.

Olahraga sudah menjadi industri besar di dunia ini dengan banyaknya atlet berpenghasilan besar. Namun, olahragawan juga punya masa edar yang biasanya mulai habis setelah berusia di atas 30 tahun.

Nah, manajemen karier tidak cuma penting di saat masih usia dini dan emas, tapi juga saat mereka sudah gantung sepatu. Jangan sampai mereka tidak bisa mengelola keuangan dengan baik sehingga kehidupan masa tuanya menjadi sulit.


Cerita miris seperti ini kerap terjadi di Indonesia karena kurangnya edukasi kepada atlet ketika dalam usia emas. Itulah mengapa harus ada manajamen keolahragaan yang sistematis dan berkelanjutan.

Pandangan itu dilontarkan Sadik Algadri, mantan atlet yudo nasional dalam seminar “Optimalisasi Diplomasi dan Industri Olahraga Prestasi” Ruang Apung Perpustakaan Universitas Indonesia awal pekan ini.

Diskusi ini juga menghadirkan nara sumber Sekjen KONI Pusat Tb. Ade Lukman, Anjar Nugroho (Commercial & Partnership KONI Pusat), Mufidi M (SM School of Sport Management), Muhamad Budi Negoro (Indsutry Practitioner), dan Dr. drs Uden Kusumawijaya (Ketua PSSDIO SKSG UI).

Kegiatan ini menyatukan akademisi dan praktisi untuk membedah tantangan dan peluang Indonesia dalam mencapai target ambisius menjadi kekuatan olahraga dunia pada tahun 2045.

“Intinya, atlet berprestasi atau elite berkembang bukan hanya untuk menang tapi menjadi manusia yang sehat, produktif, sejahtera dan bermanfaat bagi masyarakat umum,” ujar Sadik dalam keterangan kepada media.

Menurut pria yang juga Staf Ahli Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat itu kunci bagi Indonesia untuk maju adalah dengan menempatkan kesejahteraan atlet sebagai fondasi utama melalui implementasi model pembinaan jangka panjang yang sistematis, yakni Long-Term Athletes Development (LTAD).

Seminar “Optimalisasi Diplomasi dan Industri Olahraga Prestasi yang dihelat KONI Pusat. (Foto: dok.KONI Pusat)

LTAD adalah kerangka kerja strategis yang dirancang untuk membina atlet dari masa kanak-kanak hingga mencapai performa puncak.

“LTAD adalah model pembinaan jangka panjang yang memperhatikan pembinaan atlet prestasi sesuai dengan tahapan usia,” sambung Sadiq.

Sadik menjelaskan lima tahapan LTAD. Pertama, Tahap Pengenalan (Fun & Fundamental), kedua: Tahap Pembinaan (Training to Train), ketiga: Tahap Prestasi (Training to Compete), keempat: Tahap Puncak (Training to Win/Elite), dan kelima: Pasca Karier (Transition & Retirement).

LTAD ini menurutnya harus diperkenalkan kepada masyarakat sejak usia 6-12 tahun. Tujuan agar masyarakat senang olahraga dan difokuskan pada multi-skills,multi-sport (atletik, renang, senam, dan sepakbola sebagai mother of sport).

Ketika di usia 13 tahun, atlet-atlet itu akan dibekali pengetahuan dasar teknik, taktik, disiplin latihan. Dari sana akan terlihat bakat seseorang pada cabang olahraga.

“Sedangkan pada Tahap Prestasi pentingnya seorang atlet mengikuti kompetisi reguler,” paparnya.

Sadik juga menekankan pentingnya pengembangan karier kedua bagi para mantan atlet yang telah berakhir masa kejayaannya, yaitu misalnya menjadi pengusaha, pelatih/wasit profesional, atau masuk manajemen federasi.

“Di samping itu juga diperlukannya jaminan sosial berupa Asuransi Kesehatan, Asuransi Jiwa dan Tenaga Kerja sebagai proteksi masa depan atau di hari tua, di samping Bintang Jasa dari Negara,” katanya lagi.

Sadik juga menuangkan pemikiran soal industri olahraga. Menurutnya satu bidang ini menggabungkan olahraga dengan aspek ekonomi yang mencakup: produksi peralatan olahraga, penyelenggaraan event, jasa pelatihan cabor, media digital olahraga dan sport tourism.

Pemikiran ini sangat relevan dengan realita olahraga Indonesia saat ini. Meskipun nilai pasar industri terus meningkat, masalah kesejahteraan mantan atlet kerap mencuat ke publik, bahkan ada kisah miris atlet yang harus menggadaikan medalinya untuk menyambung hidup.

Kekhawatiran ini sejalan dengan data bahwa risiko finansial atlet sangat besar, terutama bagi mereka yang pensiun dini akibat cedera tanpa perlindungan kelembagaan yang jelas.

“LTAD menjamin atlet mencapai prestasi puncak, serta sekaligus menjadi tenaga terampil yang dibutuhkan industri olahraga serta juga siap sebagai Duta Bangsa yang handal berdiplomasi mewakili negaranya di dunia Internasional,” tandas Sadiq.

(mrp/nds)

Share.
Exit mobile version