Rabu, September 25

Jakarta

Pengetahuan mengenai Kepulauan Banda pada masa prasejarah atau periode ketika manusia belum mengenal aksara tergolong minim. Sebuah survei awal penelitian menunjukkan sejumlah tanda peradaban kuno yang sangat menarik untuk digali lebih lanjut karena ada batu columnar joint seperti di Gunung Padang.

Kepulauan Banda di Provinsi Maluku, Indonesia timur ini lebih dikenal dengan sejarah periode Islam dan kolonial berkaitan dengan jalur rempah, seperti pala dan cengkeh. Pada masa menjelang kemerdekaan, salah satu pulau yakni Banda Neira, dikenal sebagai tempat pengasingan Bung Hatta dan Sjahrir.

“Pengetahuan mengenai Banda pada masa prasejarah atau periode ketika manusia belum mengenal aksara tergolong minim. Oleh karena itu dilakukan penjajakan awal di Kepulauan Banda bersama dengan Universitas Banda Neira,” kata Arkeolog Universitas Indonesia Dr Ali Akbar saat berbincang dengan detikINET, Senin (23/9/2024).


Columnar joint (kekar tiang) di Pulau Karaka. Foto: dok. Dr Ali Akbar/Kibou Jiwa Muda dan Fitra Baadilla

Karenanya, kata Ali, studi ini akan berdampak signifikan pada pemahaman kita tentang peradaban purba di Indonesia dan kian memperkaya peninggalan Nusantara zaman prasejarah.

“Kita itu kan punya minimal 17.000 pulau, dan sebagian kecil yang sudah mulai kita tahu itu peninggalan di pulau besar seperti Gunung Padang, di Pulau Jawa yang besar. Kalau yang ini di pulau kecil yang sebenarnya ternyata juga menyimpan peninggalan luar biasa,” kata arkeolog yang juga meneliti situs Gunung Padang ini.

“Orang Portugis, Belanda zaman dulu datang ke Banda karena ada pala, cengkeh, rempah-rempah. Jadi lebih menonjol pengetahuan sejarah kolonialnya. Sehingga dari Universitas Banda Neira senang ketika ternyata ada peninggalan prasejarah disitu yang belum banyak diketahui,” jelasnya.

Berbagai Penemuan Awal

Survei awal dilakukan Ali Akbar setelah melaksanakan Program Hibah Kepedulian Kepada Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2024. Program ‘Literasi Museum: Penyusunan Narasi Museum di Kepulauan Banda’ dari Tim Pascasarjana Arkeologi dan ‘Sadar Konservasi, Jejak Warisan Rempah Banda (Kepulauan Banda)’ dari Tim Pascasarjana Biologi dilaksanakan pada tanggal 15-22 Agustus 2024. Penjajakan dilakukan di beberapa pulau di sekitar Banda Neira, salah satunya adalah Pulau Karaka.

Columnar joint pada foto di sisi kanan arkeolog Dr. Ali Akbar merupakan formasi alami yang tebal, panjang, dan rapat. Foto: dok. Dr Ali Akbar/Kibou Jiwa Muda dan Fitra Baadilla

Pulau ini menarik perhatian karena berdasarkan foto-foto para wisatawan yang berkunjung ke sana untuk diving dan snorkeling ternyata terdapat batu yang mirip dengan batu di Situs Gunung Padang Jawa Barat.

Tangga batu dari pantai menuju bukit. Foto: dok. Dr Ali Akbar/Kibou Jiwa Muda dan Fitra Baadilla

Di pulau itu, ditemukan beberapa situs prasejarah dari periode neolitik, yakni ketika manusia telah hidup menetap, bercocok tanam, dan membuat struktur menggunakan batu besar atau budaya megalitik. Penelusuran awal menemukan batu tegak atau menhir dan susunan batu berbentuk tangga.

Menhir berukuran besar terbuat dari batuan columnar joint atau kekar tiang. Batuan columnar joint di Pulau Karaka tergolong tebal dan tampaknya tidak digarap lebih lanjut.

Menhir di pulau Karaka. Foto: dok. Dr Ali Akbar/Kibou Jiwa Muda dan Fitra Baadilla

“Sepintas tidak tampak bakas-bekas pahatan atau upaya untuk merapikan permukaan batu. Menhir ini diletakkan di salah satu bukit yang terletak di tepi laut. Sehingga, pada masa lalu kemungkinan besar menhir ini dapat dilihat oleh nelayan atau peziarah saat melintasi laut menuju Pulau Api dan Pulau Banda Neira,” papar Ali.

Penelitian Lanjutan

Survei awal ini akan ditindaklanjuti dengan penelitian lebih komprehensif melalui studi kolaborasi Arkeologi Universitas Indonesia dengan Universitas Banda Neira.

“Saya sedang komunikasi juga sama Pak Rektor (Rektor Universitas Banda Neira Dr. Muhammad Farid-red), supaya sebelum akhir tahun kita sudah mulai kegiatan langsung ke situsnya, ke lokasi, atau masuk ke situsnya,” harap Ali.

Columnar joint alami di Pulau Karaka tampak panjang, tebal, dan saling berhimpit satu sama lain. Foto: dok. Dr Ali Akbar/Kibou Jiwa Muda dan Fitra Baadilla

Dia menambahkan, fokus penelitian lanjutan akan bergantung pada ketersediaan dana. “Jika dananya cukup kita ekskavasi untuk Pulau Karaka. Kalau cukupnya untuk survei berarti akan fokus ke tanda-tanda besar,” tutupnya.

(rns/fay)

Membagikan
Exit mobile version