Sabtu, Januari 4

Jakarta

Angka pengajuan cuti sakit karyawan di Jerman terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Masalahnya tidak semua izin cuti itu benar diambil karena pekerja yang bersangkutan sedang sakit, sehingga menurunkan kinerja perekonomian negara itu.

Melansir dari situs resmi Badan Statistik Federal Jerman Destatis, Kamis (1/1/2025), di negara terkaya se-Eropa itu karyawan yang mengajukan cuti sakit berhak menerima gaji penuh yang berkelanjutan dari pemberi kerja mereka. Hak tersebut umumnya dibatasi hingga enam minggu per tahun.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan badan statistic tersebut, pekerja di Jerman rata-rata mengambil cuti sakit selama 15,1 hari sepanjang 2023 lalu. Jumlah ini meningkat sekitar 4 hari kerja jika dibandingkan dengan rata-rata izin cuti sakit pada 2021 yakni 11,1 hari.


Saat perhitungan survei ini dilakukan, pengumpulan data hanya memperhitungkan pengajuan cuti sakit yang yang melebihi durasi ketidakhadiran. Oleh karena itu, rata-rata jumlah hari cuti sakit yang diajukan para pekerja Jerman ini kemungkinan lebih tinggi.

Tidak hanya secara durasi, proporsi karyawan yang mengajukan izin cuti sakit juga mengalami peningkatan. Di mana pada 2023 rata-rata pekerja Jerman yang ambil cuti sakit mencapai 6,1%. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan 2006 lalu ketika jumlah pengajuan cuti sakit mencapai titik terendah yakni 3,3%.

Sementara itu dalam laporan France24, menurut data OECD pekerja Jerman kehilangan rata-rata 6,8% jam kerja mereka pada tahun 2023 karena sakit. Angka ini jauh lebih buruk daripada negara-negara Uni Eropa lainnya seperti Prancis, Italia, dan Spanyol.

“Dampaknya signifikan dan tentu saja memengaruhi aktivitas ekonomi,” kata kepala ekonom di asosiasi perusahaan farmasi berbasis riset Jerman, Claus Michelsen.

Menurutnya tren tersebut membebani perekonomian Jerman mulai dari perlambatan manufaktur hingga lemahnya permintaan ekspor. Alhasil asosiasi perusahaan farmasi yang dipimpin Michelsen itu menghitung bahwa tingkat ketidakhadiran kerja yang lebih tinggi karena sakit memangkas 0,8% dari output Jerman pada tahun 2023.

Bisnis Detektif Cuti Sakit di Jerman Kian Subur

Meningkatnya angka cuti sakit mungkin menjadi berita buruk bagi perusahaan-perusahaan Jerman, terlebih saat ini kondisi ekonomi negara terkaya di Eropa itu sedang terpuruk. Namun hal ini malah menjadi pertanda baik bagi detektif swasta Marcus Lentz, yang banyak menyelidiki kasus pengajuan cuti sakit fiktif.

Detektif Lentz mengatakan dalam banyak kasus ketika seorang pekerja berpura-pura sakit dalam waktu lama, mereka sebenarnya bekerja sambilan. Ia memberi contoh seorang pekerja yang membantu bisnis istrinya saat sedang cuti sakit. Kemudian ada juga pekerja yang mengambil cuti sakit jangka panjang untuk merenovasi properti mereka.

Meskipun menyewa detektif swasta seperti dirinya membutuhkan ongkos yang cukup mahal, Lentz mengatakan banyak perusahaan tetap menyewa jasanya. Sebab dari sudut pandang perusahaan, pekerja yang kerap mengajukan izin sakit sangatlah tidak produktif dan malah dapat memberikan kerugian finansial yang lebih besar.

“Mereka (perusahaan) mengatakan, siapa pun yang sering cuti sakit tidak menghasilkan uang bagi kami, mereka (pekerja yang kerap ajukan cuti sakit fiktif) harus keluar,” katanya.

Bahkan agensi detektif swasta Lentz Group miliknya menerima hingga 1.200 permintaan terkait penyelidikan pengajuan izin cuti sakit fiktif setiap tahunnya. Jumlah ini meningkat sekitar dua kali lipat dari jumlah beberapa tahun sebelumnya.

“Jika seseorang memiliki 30, 40 atau terkadang hingga 100 hari cuti sakit dalam setahun, maka pada titik tertentu mereka menjadi tidak menarik secara ekonomi bagi pemberi kerja,” pungkasnya.

Lihat juga Video ‘Tingkatkan Penggunaan AI, TikTok PHK Ratusan Karyawan’:

[Gambas:Video 20detik]

Saksikan Live DetikSore :

(fdl/fdl)

Membagikan
Exit mobile version