Senin, September 30


Jakarta

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengungkapkan Kementerian Agama atau Kemenag mengalihkan 10 ribu kuota tambahan haji untuk haji khusus. Ace menyebut kebijakan Kemenag ini menyalahi dua ketentuan, salah satunya hasil rapat kerja bersama Komisi VIII DPR.

Indonesia memang mendapatkan tambahan kuota 20 ribu jemaah haji 2024 Masehi. Tambahan in didapat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral bersama Putra Mahkota yang juga PM Kerajaan Arab Saudi Mohammed Bin Salman pada Oktober 2023. Ace menyebut upaya Presiden Jokowi meminta tambahan kuota kepada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi karena memikirkan rakyat yang antre ingin berhaji, bukan untuk memfasilitasi orang berduit yang akan berhaji.

“Saya meyakini bahwa tambahan kuota sebanyak 20.000 ini diperuntukkan untuk mengurangi daftar tunggu haji reguler yang sudah berpuluh-puluh tahun dan jumlahnya mencapai 5,2 juta jamaah,” ujar Ace dalam keterangan resminya, Jumat (21/6/2024).


Ace menyebutkan secara resmi, alokasi haji tambahan sebanyak 20.000 sudah diputuskan dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI tertanggal 27 November 2023 dibagi sesuai dengan UU No 8 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh dengan rincian kuota untuk jemaah haji reguler sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280 orang. Haji khusus dialokasikan 8% sesuai UU pasal 8.

“Keputusan ini berdasarkan atas hasil Rapat Panja Haji Komisi VIII yang dibahas secara mendalam dan saksama selama tiga minggu, siang dan malam, melalui rapat resmi di DPR maupun FGD dengan berbagai pihak,” kata Ace.

Ace menegaskan, hasil Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjadi dasar penetapan dikeluarkannya Keputusan Presiden RI No. 6 Tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 2024. Politikus Partai Golkar ini menegaskan, selama pembahasan biaya ibadah haji yang dilakukan dalam rapat Panja maupun rapat kerja Komisi VIII DPR dan Kementerian Agama, tidak ada pembahasan yang menyinggung permintaan alokasi bagi haji khusus dari kuota tambahan tersebut.

“Namun, pada bulan Februari 2024, Kementerian Agama mengubah kebijakan soal kuota tambahan 20.000 itu secara sepihak yang dibagi menjadi 10.000 untuk haji khusus dan 10.000 untuk haji reguler tanpa melalui proses pembahasan di DPR RI,” imbuh dia.

Ace menyebut, ketika ada perubahan kebijakan kuota haji, sejatinya Kementerian Agama merevisi kembali Keppres No 6/2024 melalui proses pembahasan Raker dengan Komisi VIII DPR RI. Pembahasan ini penting karena, Ace mengatakan, komposisi biaya haji menggunakan asumsi jemaah reguler yang ditetapkan sebagaimana jumlah yang disepakati bersama.

“Harus diketahui bahwa asumsi jumlah jemaah haji ini akan berdampak kepada penggunaan anggaran biaya haji yang berasal dari setoran jemaah dan nilai manfaat keuangan haji yang dikelola BPKH,” kata Ace.

“Jadi Kementerian Agama tidak bisa mengambil kebijakan sepihak karena pasti akan berdampak kepada penggunaan anggaran, jumlah petugas dan pengaturan lainnya yang telah disepakati bersama dalam Raker Komisi VIII DPR RI dan hasil Panja Biaya Haji,” ujar Ace.

Ace menegaskan kebijakan pengalihan kuota haji menyalahi dua hal yakni hasil rapat DPR dengan Menteri Agama yang sudah disebutkan di atas dan juga Keppres tentang BPIH yang menggunakan asumsi jumlah jemaah haji berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019.

Dengan demikian, berdasarkan paparan di atas, kebijakan pengalihan kuota itu memang menyalahi dengan dua hal; hasil Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI tanggal 27 November 2023 yang ditandatangani Ketua Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama RI; dan Keputusan Presiden No 6/2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 2024 yang menggunakan asumsi jumlah jemaah Haji sebagaimana UU No. 8 Tahun 2019,” kata Ace.

Simak juga Video ’49 Kloter Jemaah Haji Gelombang I akan Pulang dari Madinah’:

[Gambas:Video 20detik]

(maa/gbr)

Membagikan
Exit mobile version