Minggu, September 29


Jakarta

Survei mengungkap orang Indonesia makan keju, tapi 85% merupakan keju olahan. Mengonsumsinya sebaiknya tak berlebihan karena ada risiko kesehatan yang mengintai.

Di Indonesia, keju tidak sepopuler seperti di Eropa atau Amerika Serikat. Tingkat konsumsi keju di Indonesia terbilang rendah dibanding negara-negara Barat, tapi peminatnya tetap banyak.

Hal ini diungkap oleh Anoo Pothen, Director Consumer Insights dari US Dairy Export Council (USDEC) untuk kawasan Asia Tenggara dalam rangkaian acara ‘Think USA Cheese Seminar’ (24/9/2024) di Jakarta.


Dalam presentasinya, Anoo memaparkan pada tahun 2023, total konsumsi keju di Indonesia mencapai 89,478 metrik ton. Sebanyak 85% keju yang dipilih adalah keju olahan, disusul dengan Parmesan, Mozzarella, Cheddar, cream cheese, edam, dan lainnya.

Menurut Anoo, keju olahan lebih disukai di Indonesia karena dipengaruhi pilihan keju tersebut yang memang paling banyak tersedia di supermarket. “Banyak juga yang pilih keju sesuai kegunaan, dan keju olahan menjadi pilihan mereka,” sambung Anoo.

Konsumsi keju di Indonesia didominasi oleh jenis keju olahan. Foto: iStock

Tak hanya itu, Anoo mengungkap kurangnya pengetahuan akan keju alami membuat orang Indonesia tak terbiasa mengonsumsi jenis keju ini. Mereka kerap bingung mengenai cara konsumsi atau mengolah keju tersebut.

Meski begitu, menurut Anoo, ada peluang untuk membuat keju alami lebih disukai di Indonesia. Sebab hasil surveinya menunjukkan 74% konsumen di Asia Tenggara memilih makanan yang punya keseimbangan dari segi rasa dan manfaat sehat.

Untuk diketahui, keju alami (natural cheese) dan keju olahan (processed cheese) punya perbedaan dari segi bahan pembuatan dan proses fermentasinya.

Keju alami dibuat hanya dengan bahan sederhana dan alami, berupa susu segar dan rennet atau zat penggumpal. Sedangkan keju olahan ditambahkan pengemulsi, lemak, garam, pengatur keasaman serta pengawet.

Keju alami secara profil nutrisi lebih unggul, seperti kandungan omega 3 dan omega 6 yang lebih tinggi. Jenis keju ini umumnya juga mengandung laktosa yang lebih rendah sehingga aman dikonsumsi penderita intoleransi laktosa.

Mengenai keju olahan, sebaiknya tak dikonsumsi berlebihan karena kandungan bahan tambahan yang kurang baik untuk kesehatan. Medical News Today mengungkap risiko kesehatan dari konsumsi keju olahan berlebih.

Keju olahan kerap kali tinggi lemak jenuh yang memicu penyakit jantung. Foto: Getty Images/iStockphoto/spukkato

Pertama, dari penggunaan lemak jenuh yang dapat memicu risiko diabetes, obesitas, dan masalah kardiovaskular. Batas harian konsumsi lemak jenuh menurut Dietary Guidelines Advisory Committee (DGAC) adalah tak lebih dari 35% asupan kalori harian.

Kedua, dari penggunaan sodium yang tinggi juga bisa memicu masalah kesehatan serupa seperti masalah tekanan darah tinggi dan kardiovaskular.

Ketiga, dari penggunaan hormon. Ada kekhawatiran muncul mengenai hormon estrogen dan hormon steroid lainnya dalam produk susu. Hormon ini dapat mengganggu sistem endokrin dan berpotensi meningkatkan risiko beberapa jenis kanker.

(adr/odi)

Membagikan
Exit mobile version