Jakarta –
Belakangan muncul tren wisata ke tempat yang berpotensi punah. Destinasi wisata apa saja yang disebut-sebut bakal hilang itu?
Mereka menamainya dengan ‘pariwisata kesempatan terakhir’. Destinasi wisata yang tengah diburu karena diprediksi hilang dari muka bumi itu adalah objek wisata alam yang kalah dari perubahan iklim.
Jika bumi terus rusak, kemungkinan besar generasi di masa datang hanya bisa menyaksikan wisata alam itu dari foto atau video. Yang menakutkan adalah hilangnya sebuah kawasan dapat mengakibatkan efek domino kehilangan-kehilangan lain, termasuk air tawar, udara bersih, sampai sumber makanan yang bergizi.
Di antara destinasi wisata itu, berikut ini delapan lokasi yang diprediksi segera lenyap dari muka bumi:
1. Hutan Amazon
Penampakan pembangunan jalan yang membelah hutan Amazon. (Andre Penner/AP)
|
Hujan Amazon adalah hutan tropis yang rimbun dengan luas lebih dari 3,2 juta kilometer persegi di Amerika Selatan. Hutan Amazon yang melintang di sembilan negara.
Hutan itu merupakan rumah bagi 10 persen spesies di dunia dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Tetapi, kenaikan suhu telah mengancam hewan-hewan itu. Selain itu, industri juga memangkas luas hutan Amazon.
Tahun 2018, World Wide Fund (WWF) memperingatkan bahwa setengah dari satwa liar di Amazon bisa hilang dalam 50 tahun ke depan.
“Di saat anak-anak kita tumbuh besar, tempat-tempat seperti Amazon dan Kepulauan Galapagos kemungkinan tidak dapat dikenali lagi,” kata CEO WWF Tanya Steele, seperti yang dikutip dari Stacker.
Sebuah studi yang dipimpin University of Leeds, yang berkolaborasi dengan 100 ilmuwan dari lebih dari 30 organisasi di seluruh dunia menyatakan spesies pohon di Hutan Amazon diketahui mengubah komposisinya untuk beradaptasi dengan lingkungan, tetapi tidak dapat melakukannya dengan cukup cepat untuk mengimbangi perubahan iklim.
2. Hutan Indonesia
|
Ancaman kepunahan yang sama juga terjadi di hutan Borneo, yang melintang di antara Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
Hutan Borneo menjadi rumah bagi lebih dari 230 spesies mamalia (44 endemik), 420 burung (37 endemik), 100 amfibi, 394 ikan (19 endemik), dan 15.000 tanaman (6.000 endemik). Terdapat 15.000 spesies tanaman, dan lebih dari 1400 amfibi, ikan, burung, mamalia, dan reptil, dan insekta yang belum diketahui
Hutan Borneo dirusak oleh kegiatan eksploitasi hutan untuk industri, berupa pembakaran lahan untuk diambil kayu, pulp, karet dan mineral.
3. Alaska
|
Puncak Alaska yang terjal, sungai yang deras, dan medan yang indah menjadikannya destinasi wisata yang menakjubkan yang dipenuhi dengan beruang, ikan, rusa, bison, dan satwa liar lainnya.
Melalui kapal pesiar atau trekking, hampir 2 juta orang mengunjungi negara bagian utara pada tahun 2016. Fourth National Climate Assessment menyatakan Alaska menjadi destinasi wisata yang terancam punah.
Ancaman termasuk garis pantai yang memburuk, lapisan es yang mencair, jalan yang runtuh, dan pohon yang tumbuh di daerah yang dulunya adalah tundra.
Tidak hanya itu, satwa liar juga menderita, beberapa terancam punah.
“Alaska berada di garis depan perubahan iklim dan merupakan salah satu kawasan dengan pemanasan tercepat di Bumi,” kata laporan itu.
“Pemanasan di sana lebih cepat daripada negara bagian lain, dan menghadapi segudang masalah yang terkait dengan perubahan iklim.”
Selain Alaska, destinasi wisata bersalju lainnya seperti Antartika, Islandia, Patagonia, Glacier National Park, Chamonix, dan Aspen juga mengalami masalah yang sama.
Jika perubahan iklim semakin ekstrem, pemandangan gunung bersalju kemungkinan hanya tinggal kenangan.
4. Napa Valley, California
|
Napa Valley merupakan kebun anggur yang luas. Kawasan itu menjadi destinasi wisata dengan kebun anggur dan produsen wine terbaik di dunia. Sudah begitu kawasan itu memiliki garis pantai yang indah.
Sebelum perubahan iklim terjadi seekstrem sekarang, petani anggur di sana bisa mendapat hasil panen yang subur dan tepat waktu. Akibat pemanasan global, musim panen jadi tak menentu. Rasa wine-nya yang dikenal enak juga mulai mengalami perubahan.
5. Air Terjun Victoria, Zimbabwe
|
Terletak di barat Zimbabwe dekat Taman Nasional Hwange, Air Terjun Victoria ialah air terjun terbesar di dunia. Terbentang lebih dari setengah kilometer, air mengucur deras dari ketinggian sekitar 108 meter. Saking derasnya, air terjun ini hanya terlihat seperti kabut saat ditatap dari kejauhan.
Namun sayangnya, Global Climate Risk Index menempatkan Zimbabwe di peringkat dua pada tahun 2018. Perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan global mulai membuat kucuran air di sini berkurang. Dikhawatirkan, Air Terjun Victoria akan kering selamanya.
Jika Air Terjun Victoria yang sebegitu derasnya bisa terancam kekeringan, bagaimana dengan nasib air terjun di Indonesia seperti Tumpak Sewu atau Sigura-gura?
6. Macchu Picchu
|
Terletak di Pegunungan Andes Peru, Machu Picchu menarik 1,5 juta wisatawan sepanjang tahun 2018. Kini, konservasionis khawatir bahwa situs tersebut dapat rusak jika perubahan iklim terus mempengaruhi cuaca.
Secara historis, areanya cukup kering. Namun sejak cuaca semakin ekstrem, kompleks peninggalan Suku Inca ini sering mengalami hujan lebat.
Hujan yang terlalu lebat bisa berdampak pada kerentanan area dan bangunan bersejarah itu, mulai dari ancaman longsor sampai erosi.
Cuaca ekstrem seperti di Machu Picchu kemungkinan juga bakal berbahaya bagi eksistensi bangunan bersejarah lain di dunia, seperti Piramida Giza, Kanal Venesia, sampai Candi Borobudur.
7. Great Barrier Reef, Australia
|
Perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan global membuat suhu air laut menghangat. Peningkatan suhu air laut itu menyebabkan terumbu karang memutih hingga mati. Padahal, di terumbu karang hidup berbagai hewan kecil dan plankton yang menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan besar, bahkan burung-burung laut.
Karena terumbu karang tidak bisa lagi menjadi tempat hidup, ikan dan plankton itu pun kabur untuk mencari terumbu karang yang masih hidup.
Selain suhu yang menghangat, kerusakan lingkungan di dasar laut juga disebabkan oleh limbah rumah tangga (termasuk aktivitas resor atau kapal pesiar yang tak bertanggungjawab) serta penangkapan ikan yang menggunakan teknik jaring, racun, atau bom.
Berkurangnya jumlah ikan di bumi juga dapat disebabkan oleh musim yang tak menentu selama perubahan iklim, sehingga mereka gagal bermigrasi dan bereproduksi.
Kekhawatiran yang sama juga bisa saja terjadi di spot-spot menyelam populer di Indonesia, seperti Raja Ampat atau Bunaken.
8. Maladewa
|
Terletak di perairan pirus Laut Arab, Kepulauan Republik Maladewa adalah salah satu destinasi wisata kepulauan yang paling populer di dunia.
Namun, sebagian besar pulau akan kehilangan air tanah yang dapat diminum pada tahun 2100, jika tidak lebih cepat, menurut penulis laporan April 2018 yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances.
Selain krisis air bersih, Maladewa juga diramalkan tenggelam karena level air laut semakin tinggi, akibat hilangnya kawasan yang ditumbuhi pepohonan di Bumi, sehingga air dari langit tidak diresap dengan baik oleh tanah.
Berbicara pada konferensi iklim PBB tahun lalu, mantan Presiden Maladewa, Mohamed Nasheed, mengatakan negaranya akan melakukan segala daya untuk mencegahnya dan menjaga kepala kita tetap di atas air.
(fem/fem)