Senin, Desember 16

Jakarta

Jelang akhir tahun, pakar kuliner meninjau kembali tren-tren makanan yang hits belakangan ini. Menurut mereka, ada beberapa tren yang sebaiknya tidak perlu ada lagi.

Tren makanan dan kuliner silih berganti, tapi tak semuanya dianggap ideal untuk terus diikuti atau dijalankan. Para chef dan pencinta kuliner angkat bicara mengenai tren-tren yang sudah basi alias tidak perlu ada lagi.

Kepada South China Morning Post (11/12/2024), mereka mengungkap menu digital, menu dekonstruksi, hingga informasi kalori makanan sebaiknya tak lagi dipakai. Begini alasannya!


1. Lembaran emas

Foto: REUTERS/Amr Abdallah Dalsh

Lembaran emas yang bisa dimakan alias edible gold leaf masih banyak dipakai sebagai garnish hidangan. Sebagian chef menilai penggunaannya bisa memberi kesan seni (artsy) atau mewah.

Namun menurut profesional bidang periklanan di India, Raji Krishnan, tren ini tak perlu ada lagi. Ia berpendapat gold leaf tidak membuat rasa hidangan makin enak maupun membuat tampilannya bagus. Jadi menggunakannya hanya seperti pemborosan saja.

2. Menu digital

Semenjak pandemi Covid-19 merebak pada 2020, pemilik restoran dan tempat makan banyak yang berinisiatif menghadirkan menu digital. Ini agar kontak fisik dengan buku menu dapat diminimalisir. Caranya mudah hanya tinggal memindai (scan) kode QR untuk melihat menu.

Meski terlihat lebih praktis dan higienis, profesional di bidang IT bernama Mahesh Sankaran mengatakan menu digital tidak efektif. Informasinya sulit dibaca karena layar harus di-scroll. Ia pribadi lebih suka menu konvensional yang dicetak karena lebih mudah dibaca atau dilihat gambarnya.

3. Menampilkan nilai kalori makanan

Foto: Ilustrasi iStock

Mendukung mereka yang menerapkan pola hidup sehat, beberapa tempat makan menampilkan informasi soal nilai kalori menunya. Namun inisiatif ini dinilai tak ideal oleh semua pihak.

Salah satunya traveler Urmi Chakraborty di Chennai, India. Ia merasa tidak nyaman jika menemukan hal itu di tempat makan. “Kalau informasi alergi saya mengerti, tapi nilai kalori yang dipajang membuat saya merasa bersalah kalau memakannya. Ini seperti saya makan di restoran setiap hari,” ujarnya.

4. Menu dekonstruksi

Tren menu dekonstruksi dimana elemen-elemen terpisah dari sebuah hidangan disajikan dengan cara sederhana dan minimalis sudah ada sejak lama. Namun tak semua orang menyukainya.

“Menu dekonstruksi adalah salah satu hal yang paling saya tidak suka,” kata Reem Khokhar, seorang jurnalis di Delhi, India. Ia merasa aneh harus meracik sendiri menu yang sudah dibayarnya. “Inti dari sebuah hidangan adalah untuk mencicipi semua elemennya dan bukan kekacauan yang tidak teratur,” tutur Reem.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Membagikan
Exit mobile version