Jumat, Oktober 4

Jakarta

Singapura beberapa waktu lalu dinobatkan sebagai ‘Blue Zone’ terbaru di dunia. Blue Zone adalah istilah yang digunakan untuk wilayah yang penduduknya bisa hidup lebih lama dan lebih sehat. Bahkan, tak jarang penduduk kawasan tersebut hidup hingga berusia 100 tahun atau lebih.

Sebelumnya, hanya ada lima wilayah yang disebut sebagai penduduk Blue Zone. Lima kawasan tersebut adalah Okinawa di Jepang, Nicoya di Kosta Rika, Icaria di Yunani, Sardinia di Italia, dan Loma Linda di California.

Berbeda dengan Zona Biru asli yang muncul secara alami, Zona Biru 2.0 muncul sebagai hasil buatan manusia. Peneliti sekaligus pencipta istilah Zona Biru, Dan Buettner mengungkapkan Singapura menjadi Zona Biru 2.0 setelah berhasil merekayasa faktor-faktor yang dapat membuat masyarakatnya hidup lebih lama dan lebih sehat.


“Singapura memiliki angka harapan hidup yang disesuaikan dengan kesehatan tertinggi di dunia. Jadi apapun yang dilakukan Singapura, mereka berupaya menghasilkan kehidupan terpanjang dan tersehat di planet ini,” ujar Buettner, dikutip dari CNBC Internasional.

Buettner menjelaskan ada sembilan faktor inti yang mewakili kebiasaan orang-orang paling sehat dan panjang umur di dunia. Sembilan prinsip tersebut yakni aktif bergerak secara alami dalam kehidupan sehari-hari, hidup dengan tujuan yang jelas, mengelola stres dengan baik, makan hingga 80 persen kenyang, mengonsumsi lebih banyak pangan nabati, mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang sedang, menjadi bagian dari komunitas, menjalin hubungan dengan orang terdekat, dan dikelilingi oleh orang-orang dengan kebiasaan sehat.

Sembilan prinsip itulah yang diimplementasikan pemerintah Singapura ke dalam kebijakannya, sehingga mendorong orang-orang di negara tersebut untuk bisa hidup sehat dan berumur panjang.

Berikut adalah beberapa cara Singapura mendorong penduduknya untuk hidup lebih sehat melalui kebijakan yang ada.

1. Berjalan kaki ketimbang berkendara

Sebagian besar warga Singapura memilih berjalan kaki untuk bepergian ketimbang menggunakan kendaraan pribadi. Namun, hal ini cenderung dilakukan karena kebutuhan dan bukan untuk tujuan olahraga.

Buettner menjelaskan pemerintah Singapura mengenakan pajak pada mobil, bensin, dan penggunaan jalan raya, serta meningkatkan fasilitas jalan kaki, bersepeda, dan transportasi umum.

“Itu bukan sekadar kebetulan, itu perencanaan yang sangat bagus. Sebagai hasilnya, Anda membuat orang-orang keluar dari belakang kemudi dan berdiri,” tutur Buettner.

Contohnya, untuk membeli mobil orang Singapura harus terlebih dahulu mendapatkan izin kepemilikan mobil atau sertifikat hak, dan harganya bisa lebih mahal dari mobil itu sendiri.

2. Mendekatkan orang-orang terkasih

Penelitian menunjukkan penduduk di Zona Biru cenderung berkumpul dan dekat dengan orang-orang yang mereka cintai.

Singapura memiliki kebijakan yang dikenal sebagai Proximity Housing Grant yang memberikan insentif finansial kepada masyarakat untuk tinggal bersama atau dekat dengan orang tua dan anak-anak mereka.

“Daripada menampung lansia di panti jompo, seperti yang kita lakukan di Amerika Serikat, para lansia di Singapura tetap terikat dengan keluarga. Mereka sering mendapat perawatan yang lebih baik dari keluarga, sehingga hal ini mendukung harapan hidup para lansia,” terang Buettner.

3. Komunitas agama yang kuat

Menjadi bagian dari komunitas berbasis agama memiliki keterkaitan dengan harapan hidup yang lebih panjang.

Hampir 80 persen orang dewasa di Singapura berafiliasi dengan agama. Dalam penelitian yang dia lakukan, Buettner menemukan hampir seluruh masyarakat yang diwawancarai berasal dari komunitas berbasis agama.

“Penelitian menunjukkan bahwa menghadiri kebaktian berbasis agama empat kali sebulan dapat menambah harapan hidup 4-14 tahun,” ucapnya.

Next: Gaya hidup sehat dan layananan kesehatan berkualitas

Membagikan
Exit mobile version