Sabtu, November 2


Vunidogoloa

Ada beberapa kota di dunia yang menjadi kota hantu akibat ditinggalkan para penduduk. Berbagai alasan seperti bencana yang disebabkan krisis iklim pun kerap menjadi alasan.

Beberapa waktu ke belakang, krisis iklim dikabarkan semakin parah. Itu meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir, kekeringan, badai, kebakaran hutan, hingga suhu ekstrem. Menurut para ahli, ada beberapa tempat yang ditinggalkan dan menjadi kota hantu akibat perubahan iklim.

“Kita akan melihat sebuah gerakan ini sudah terjadi di mana orang-orang bergerak menjauh dari daerah-daerah yang paling terdampak oleh badai, naiknya permukaan air laut dan banjir, tetapi juga karena kebakaran yang terus menerus, menghirup asap semua itu,” ujar Gaia Vince, dilansir dari CNN, Jumat (1/11/2024).


Vince adalah penulis ‘Nomad Century: How Climate Migration Will Reshape Our World’. Ia mencontohkan beberapa hal seperti kebakaran hutan di Hawaii, California, Australia, serta banjir di Bangladesh sebagai beberapa pemicu terkini perpindahan penduduk.

“Berapa banyak orang yang akan kembali ke Lahaina di Hawaii setelah kebakaran di sana? Saya rasa tidak akan 100% penduduk yang pergi. Sebagian orang tidak akan bisa kembali,” ujarnya.

“Mereka terpaksa meninggalkan tradisi mereka, jaringan keluarga dan teman-teman mereka, kuburan leluhur mereka, bahasa mereka, semua itu, karena tempat itu sudah tidak bisa ditinggali. Hal ini sangat traumatis, sangat sulit,” tambah Vince.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ada lebih dari 20 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena cuaca ekstrem setiap tahunnya. Bahkan para peneliti memproyeksikan bahwa pada akhir abad ini ada sekitar 3 hingga 6 miliar orang akan tinggal di luar daerah yang paling mendukung kehidupan.

Kaitannya dengan Wisata

Melalui sudut pandang wisata konvensional, daerah yang mengalami kerusakan rentan ditinggalkan turis. Vince mencontohkan seperti resor ski Alpen yang saljunya tidak lagi mendukung kegiatan ski. Atau Spanyol dan Mediterania yang telah mengalami gelombang panas dan kebakaran hutan yang mematikan.

Namun, kerusakan ternyata memiliki peminat khusus yang disebut sebagai ‘pariwisata gelap’. Hal itu berpotensi muncul lewat kota-kota hantu yang lahir akibat perubahan iklim.

“Ada ketertarikan yang melekat pada kehancuran, di mana reruntuhan masa lalu sering kali menceritakan kisah tentang kesalahan dan kemalangan kita,” jelas Philip Stone dari University of Central Lancashire, tempat ia mengelola Institute for Dark Tourism Research.

“Perubahan iklim tidak diragukan lagi akan menyebabkan kematian bentang alam tempat kita akan meratapi kemerosotan lingkungan kita,” tambahnya.

Berikut adalah lima kota hantu di dunia akibat perubahan iklim:

1. Vunidogoloa, Fuji

Sebagai negara kepulauan, Fiji sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim akibat naiknya permukaan air laut dan menguatnya topan.

Hal itu membuat puluhan masyarakat pesisir Fiji mesti direlokasi ke dataran tinggi oleh pemerintah.

Misalnya desa tepi laut kecil Vunidogoloa, di Vanua Levu. Kendati merupakan pulau terbesar kedua di negara itu, tetapi tempat itu adalah desa pertama yang direlokasi ke lereng bukit pada tahun 2014.

Sisanya, saat ini hanya tertinggal desa yang bobrok dan ditumbuhi tanaman liar.

2. Pulau de Jena Charles, Louisiana

Sama seperti di Fiji, masyarakat di pesisir Louisiana terdampak juga kenaikan air laut. Selain itu, erosi pantai dan badai topan akibat perubahan iklim juga semakin parah.

Sebuah pulau di Teluk Meksiko, Isle de Jean Charles yang berada sekitar 129 kilometer di selatan New Orleans dulunya membentang seluas 22 ribu hektar. Namun kini, menyusut dan tersisa hanya 320 hektar.

Para komunitas lokal yang mengaku memiliki keturunan penduduk asli Amerika itu pun diberi hibah untuk membangun pemukiman baru yang terletak sekitar 40 mil di utara pulau.

Alhasil pada Oktober 2023, semua penduduk kecuali empat keluarga telah pindah ke tempat yang dijuluki Isle de Jean Charles.

3. Cotul Morii, Moldova

Moldova disebut sebagai salah satu negara paling rentan terhadap perubahan iklim di Eropa. Negara itu menghadapi risiko iklim seperti gelombang panas, kekeringan, badai, dan banjir.

Dampak banjir bahkan sangat mengganggu sektor pertanian dan mengakibatkan kerusakan dan biaya yang besar. Hasilnya, beberapa desa dianggap rusak parah dan tidak dapat diperbaiki.

Bahkan, salah satu pemukiman bernama Cotul Morii di tepi Sungai Prut tenggelam oleh banjir besar pada 2010. Alih-alih membangun kembali, pemerintah pun menyerah dan membuat desa Cotul Morii baru yang berjarak sekitar sembilan mil dari tempat asal.

4. Resor Ski Chacaltaya, Bolivia

Tempat itu pernah menjadi resor ski tertinggi di dunia, dengan pondok sekitar 17.388 kaki di Gunung Chacaltaya. Resor itu dibuka pada 1930-an dan selama puluhan tahun menyambut para pemain ski dan kereta luncur pada musim dingin.

Namun, tempat itu mesti tutup sejak tahun 2009. Itu berbarengan dengan gletser Chacaltaya yang berusia 18 ribu tahun di gunung itu mencair sepenuhnya karena perubahan iklim. Sebagian besar salju pun juga ikut mencair bersamanya.

Alhasil bekas resor, kafe, bar, hingga lift ski menjadi terbengkalai.

5. Valmeyer, Illinois

Saat banjir besar Mississippi tahun 1993, kota kecil Valmeyer di Illinois, Amerika Serikat tergenang. Banjir itu merusak sebagian besar bangunan penduduk.

Dengan dukungan pemerintah, masyarakat berpenduduk 900 orang tersebut pun direlokasi di tebing di sisinya.

Saat ini, Valmeyer yang baru tumbuh dengan subur. Sementara kota lama yang berada di dataran banjir alami digunakan untuk pertanian dan rekreasi.

(wkn/wsw)

Membagikan
Exit mobile version