Kamis, Maret 20


Jakarta

Masyarakat Hindu di Bali punya nilai budaya dan spiritual tersendiri. Tak terkecuali dengan upacara kematian.

Di Bali, pemakaman Hindu bukan cuma sekadar tempat peristirahatan terakhir, namun juga dianggap sebagai bagian dari siklus kehidupan yang perlu dihormati.

Biasanya masyarakat Hindu Bali yang telah meninggal, jenazahnya tidak dikubur selamanya melainkan akan dikremasi dalam upacara Ngaben. Tapi hal ini bukan berarti tidak ada kuburan bagi masyarakat Hindu Bali.


Proses Adat Kematian dan Kuburan Hindu di Bali

Pada dasarnya, kuburan Hindu di Bali ada sebagai tempat peristirahatan sementara sebelum akhirnya jenazah tersebut dikremasi.

Dari catatan pengalaman perjalanan detikTravel di Bali, detikTravel melihat langsung kuburan Hindu di Bali dengan berkunjung ke Desa Pesalakan di Gianyar. Berikut fakta-fakta menariknya:

1. Tidak Ada Batu Nisan di Kuburan

Bersama pemandu bernama Kadek Budi, detikTravel melihat bentuk kuburannya berbeda dengan kuburan karena tidak terdapat batu nisan. Kuburan tersebut hanya berupa tanah lapang yang dikelilingi pohon kelapa.

Kuburan Hindu Bali. (Putu Intan/detikcom)

“Kuburan ini berfungsi sebagai tempat persemayaman sementara bagi jenazah sebelum dikremasi. Biasanya yang dikuburkan di sini merupakan masyarakat biasa, ujar Budi kepada detikTravel dikutip dari artikel yang tayang (10/10/2022) lalu.

2. Kremasi dan Upacara Ngaben

Ada beberapa orang tertentu yang jenazahnya akan langsung dikremasi setelah meninggal. Berbeda dengan masyarakat biasa yang dikuburkan di tanah lapang, golongan pendeta atau orang yang disucikan akan langsung dikremasi melalui upacara Ngaben.

Ngaben adalah upacara kremasi (pembakaran jenazah) oleh umat Hindu di Bali untuk membebaskan roh (atma) dari ikatan duniawi.

Ilustrasi kremasi terhadap jenazah putra kedua dan cucu dari pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai yang diiringi oleh ribuan warga. (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo).

Budi menjelaskan mereka adalah pendeta atau orang yang dianggap suci, dan orang yang memiliki jasa luar biasa dan telah melakukan penyucian diri (mangku, klian banjar, dan bendesa banjar).

“Sedangkan untuk masyarakat biasa, dikubur selama 3 tahun melalui Ngaben massal,” kata Budi.

Bagi masyarakat biasa, upacara Ngaben massal dilakukan karena alasan untuk menghemat biaya. Saat Ngaben dilakukan bersama-sama, masyarakat desa akan bergotong-royong mempersiapkannya.

Selain menunggu dana terkumpul, jenazah dikubur terlebih dahulu selama 3 tahun ialah untuk menunggu hari baik. Umumnya, Ngaben dilakukan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus.

“Dikubur itu untuk menunggu hari baik. Karena upacara untuk roh mayat itu tidak bisa dilakukan setiap saat,” tambah Budi.

4. Kepercayaan dan Aturan Penguburan dalam Masyarakat Hindu Bali

Masyarakat Hindu Bali meyakini selama jenazah belum dikremasi, roh-roh orang meninggal akan tinggal sementara di Pura Merajapati. Pura tersebut berlokasi di setiap banjar di Bali.

Pura Merajapati di Bali (Putu Intan/detikcom)

“Pura Merajapati biasanya digunakan untuk menyembah Dewa Durga. Kami percaya bahwa roh yang meninggal akan berstana (kegiatan pemujaan terhadap suatu tempat suci) atau ngayah di Pura Merajapati,” kata Budi.

Budi menambahkan bahwa sebelum dikubur, mereka juga mohon izin di pura dan kuburannya. Mereka percaya kalau setiap tanah di Bali, apalagi kuburan itu ada yang memiliki.

Aturan mengenai penguburan jenazah juga bisa berbeda di wilayah lain. Hal ini tergantung kebijakan para pemimpinnya.

“Tiap banjar atau desa ada aturan yang berbeda. Ada juga yang memperbolehkan masyarakat biasa untuk bisa langsung Ngaben,” ungkapnya.

(khq/fds)

Membagikan
Exit mobile version