Selasa, Februari 25


Blitar

Setiap daerah punya tradisi unik untuk menyambut bulan Ramadan. Blitar di Jawa Timur juga sama. Ada tiga tradisi menyambut Ramadan unik di sini. Apa saja?

Blitar memiliki beragam tradisi unik dalam menyambut bulan suci Ramadan. Mulai dari ritual adat hingga kegiatan keagamaan yang penuh makna.

Tradisi ini masih dilestarikan masyarakat setempat. Berikut sejumlah tradisi unik untuk menyambut bulan Ramadan di kota kelahiran tokoh proklamator Indonesia:


1. Nyadran

Selain Nganjuk, Blitar juga menggelar tradisi Nyadran menjelang Ramadan. Tradisi ini umumnya dilaksanakan sebagai sarana untuk memanjatkan doa bagi kerabat atau leluhur yang sudah meninggal, serta sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan kemakmuran yang dirasakan oleh masyarakat.

Prosesi Nyadran diawali dengan pembacaan doa dan ritual tabur bunga sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur yang dianggap berjasa.


Setelah itu, warga akan melaksanakan makan bersama dari hidangan yang telah dibawa masing-masing keluarga. Prosesi ini dikenal dengan Kembul Bujono.

Pada momen inilah kehangatan dan suasana yang guyub tercipta dari agenda makan bersama. Baik orang tua maupun anak muda, berkumpul dan saling bersenda gurau, menyiratkan pentingnya menjaga tali silaturahmi dan semangat gotong royong antarwarga, khususnya menyambut bulan Ramadan.

2. Megengan

Secara etimologis ‘Megengan’ diambil dari bahasa Jawa yang artinya ‘menahan’, sehingga selaras dengan makna bulan Ramadan, di mana seluruh muslim diwajibkan untuk memenuhi sejumlah pantangan, termasuk menahan dahaga dan lapar, serta pengendalian diri dari hawa nafsu.

Selain sebagai bentuk ungkapan syukur, Megengan juga menjadi simbol untuk menjaga tali persaudaraan antarwarga dengan saling memaafkan dan memohon ampunan dari Allah SWT. Tradisi ini diwarnai dengan berbagai macam hidangan tradisional.

Namun, yang menjadi ciri khas adalah kue apem. Kudapan ini menjadi salah satu yang wajib ada saat Megengan karena mengandung makna filosofis yang cukup dalam.

Kata apem sendiri berasal dari bahasa Arab, yakni ‘afwan’ yang artinya maaf atau ampunan, sehingga selaras dengan makna Megengan itu sendiri.

3. Unggahan

Tradisi menyambut bulan Ramadan selanjutnya adalah Unggahan. Tradisi ini umumnya dilaksanakan satu minggu sebelum Ramadan.

Secara etimologis, kata Unggahan sendiri berasal dari bahasa Jawa, yakni ‘munggah’ yang artinya naik. Maksudnya, tradisi ini menandai berakhirnya bulan Syakban, dan muslim bersiap memasuki bulan puasa.

Unggahan dimeriahkan dengan warga berkumpul dan membawa ‘berkatan’ yang biasanya berisi nasi, serundeng, sambal goreng, ayam, mi, pisang, dan kue apem, yang kemudian didoakan terlebih dahulu sebelum disantap bersama-sama.

Dikutip dari jurnal berjudul Tradisi Ramadan di Indonesia Dialektika Teks dan Konteks (2024) oleh UIN Sayyid Ali Rahmatullah, pelaksanaan Unggahan dapat dilakukan di rumah sendiri dengan mengundang tetangga kanan kiri atau di musala terdekat di mana warga lain bisa ikut berpartisipasi.

——-

Artikel ini telah naik di detikJatim.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version