Kamis, Februari 13


Jakarta

Pulau Ramree adalah sebuah pulau tropis di Myanmar, yang terkenal kehidupan alam liar dengan keragaman hayatinya. Selain itu, Pulau Ramree juga mencatat sejarah peristiwa besar selama Perang Dunia II.

Pulau Ramree dikaitkan dengan serangan buaya terbesar dalam sejarah. Simak fakta-fakta menarik seputar tragedi Pulau Ramree di bawah ini.

Fakta Pulau Ramree

Pulau Ramree juga disebut dengan nama Yangbye atau Pulau Yanbye. Telusuri fakta-fakta menarik tentang Pulau Ramree berikut:


1. Termasuk Lokasi Ekologi Paling Kaya di Dunia

Lokasi Pulau Ramree ada di lepas pantai Negara Bagian Arakan, Burma, (sekarang Myanmar).

Dikutip World Island, secara demografis, luas wilayahnya 1406 km² dengan garis pantai sepanjang 688 km.

Pemandangan Zikha Taung (Titik Tertinggi Pulau Ramree). Foto: Arezarni/Wikimedia Commons

Di pulau ini ada sekitar 15 zona vegetasi dan termasuk pulau yang paling kaya secara ekologi di dunia. Pulau ini mirip dengan benua mini, karena di dalamnya menawarkan rangkaian ekosistem yang luar biasa.

Faktor tersebut menciptakan mosaik kehidupan yang tak tertandingi. Sehingga, pulau seperti ini ini sangat penting untuk konservasi dan studi ekologi.

2. Tempat Tragedi Pembantaian “Tentara Jepang Melawan Buaya Mematikan”

Dilansir situsnya, ramree.com, karena letak yang strategis yakni ada di ujung Teluk Benggala, Pulau Ramree menjadi pulau incaran Inggris dan Jepang selama Perang Dunia II.

Pertempuran Pulau Ramree terjadi selama 6 Minggu dari bulan Januari dan Februari 1945. Pada 19 Februari 1945, Inggris memutuskan untuk melakukan manuver strategis ke pulau ini. Mereka kemudian mengusir resimen komando Jepang terbaik kembali ke rawa-rawa pulau.

Pasukan Inggris di kapal pendarat menuju daratan di Pulau Ramree, 1945. Foto: Fotografer resmi Sersan Wackett dari Unit Film dan Fotografi Angkatan Darat No.9/Wikimedia Commons

Saat tentara Inggris mendarat, tentara Jepang dipaksa masuk ke rawa-rawa perairan keruh di sekitar pulau ini. Pihak Jepang melompat ke dalam perangkap, sementara Inggris mengawasi musuh maju melalui teropong.

Di dalam rawa tersebut terdapat buaya air asin yang sangat besar dan agresif. Setelah masuk ke dalam perairan, kejadian mengerikan antara buaya dan manusia pun terjadi.

Konon dari ratusan prajurit elit tentara Jepang, hanya sekitar dua puluh yang berhasil keluar hidup-hidup. Meski banyak versi dari cerita tragedi ini, namun tema kemungkinan besarnya adalah sekitar 500 hingga 1000 tentara Jepang yang mundur mengakhiri perjalanan hidup mereka di dalam perut buaya air asin yang lapar.

Itulah sebabnya atas tragedi tersebut, Guinness World Records mencantumkan gelar Pulau Ramree sebagai “The Greatest Disaster Suffered [by humans] from Animals” atau Tempat serangan buaya paling mengerikan yang pernah tercatat.

Ketidaktahuan tentang hewan mungkin jadi alasan yang tepat untuk menyalahkan tragedi ini. Di lain sisi, prajurit Jepang juga mengalami kondisi tertekan karena berhadapan dengan kelompok predator yang sama berbahayanya dengan Angkatan Darat Inggris.

Apakah Ribuan Tentara Jepang Benar Dimakan Buaya?

Dilansir laman History Keen, meskipun cerita ini telah menyebar secara global dan bertahan lebih dari tujuh dekade, tidak ada catatan tentang insiden ini dari militer Inggris maupun Jepang.

Mengutip History Net, para penyintas Inggris dari pertempuran ini memperkirakan kalau sekitar 1.000 orang Jepang diserang oleh buaya. Klaim tersebut kemudian memunculkan cerita-cerita sensasional dan telah dibantah oleh sejarawan Frank McLynn.

Para peneliti memberikan beberapa penjelasan mengenai tragedi tersebut, terutama tentang angka-angka. Jepang tidak kehilangan seribu atau rayuan, prajurit di Ramree seperti yang dilaporkan beberapa laporan.

Menurut sebuah penyelidikan oleh ahli herpetologi Steven Platt, bahwa ada sekitar 500 dari 1.000 tentara Jepang asli selamat dari pawai kematian tersebut. Laporan korban selamat tersebut ada di arsip militer Jepang.

Akibatnya, banyak Jepang gugur di pulau itu. Namun, hanya sedikit yang menjadi korban reptil.

Dalam penyelidikan yang dikutip sebelumnya, penduduk setempat desa Burma, menghubungkan kematian prajurit Jepang di mana sebagian besar korban di rawa adalah karena penyakit, nyamuk, kalajengking, kelaparan, dan dehidrasi.

Jadi, reptil tersebut hanya sebagai salah satu dari banyak bahaya yang mereka hadapi.

3. Perkembangan Pulau Ramree

Seiring waktu, pulai ini mengalami perubahan lingkungan. Kabarnya, populasi buaya air asin di sana tersebut semakin menurun.

D sisi lain, Pulau Ramree juga mengalami perkembangan dalam bidang pertambangan. Dilansir dari ramree.com, Pulau Ramree merupakan lokasi jaringan pipa gas dan minyak bumi yang dibangun di pantai Samudra Hindia menuju provinsi Yunnan di Tiongkok.

Pelabuhan yang terletak di Kyaukpyu (kota utama Pulau Ramree), memungkinkan minyak dari Timur Tengah dan gas dari pesisir laut Burma diangkut ke Tiongkok.

Di samping hasil penjualan gas, Biaya pengangkutan minyak bumi dengan jaringan pipa tersebut menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah Myanmar, di samping hasil penjualan gas.

Pulau Ramree bisa diakses siapa saja yang berkunjung. Jadi traveler bisa saja berwisata ke pulau ini. Namun, perlu dicatat kalau di sekitar hutan bakau Pulau Ramree ini menjadi habitat hewan predator, terutama buaya air asin.

(khq/khq)

Membagikan
Exit mobile version