Selasa, November 5


Jakarta

Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) hari ini, Jumat (19/7/2024) mengamankan 25.257 unit speaker aktif asal China. Puluhan ribu speaker tersebut ditahan sementara karena tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT-SNI).

Kepala BSKJI Andi Rizaldi, menjelaskan bahwa ribuan speaker itu disita dari tiga pelaku usaha yakni PT BSR sebanyak 24.099 unit dengan nilai sekitar Rp 8,5 miliar, PT SEI sebanyak 353 unit dengan nilai sekitar Rp 1,4 juta, serta PT PIS sebanyak Rp 805 unit dengan nilai sekitar Rp 281 juta.

Total nilai gabungan semua perusahaan mencapai angka Rp 10,2 miliar. Karena ditemukan tak memiliki SPPT-SNI, ketiga pelaku usaha diwajibkan menghentikan kegiatan impor dan dilarang mengedarkan produk tersebut.


“(Speaker) ini berasal dari tiga gudang yang dimiliki oleh tiga pelaku usaha. Lokasinya semua ada di Jakarta, jaraknya sekitar 20-30 menit dari lokasi ini. Ini (didatangkan) 100% dari China,” kata Andi di salah satu gudang di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat, Jumat (19/7/2024).

Andi mengatakan ketiadaan SPPT-SNI membuat produk tersebut dikhawatirkan membahayakan keamanan dan keselamatan pengguna serta merugikan produsen dalam negeri. Selain merugikan konsumen, terdapat pula potensi persaingan usaha tidak sehat. Sebab, speaker aktif merupakan produk yang termasuk dalam daftar SNI wajib dan larangan terbatas (lartas) yang proses importasinya memerlukan dokumen SPPT-SNI dengan kode Harmonized System (HS) sesuai ketentuan yang berlaku.

Syarat 25 ribu produk speaker bisa beredar di pasar

Pihak Kemenperin menyita sementara speaker tersebut dan melarang peredarannya sampai pelaku usaha bisa menunjukkan SPPT-SNI. Berikutnya, pihaknya juga bakal melihat kesesuaian berdasarkan SNI dari segi spesifikasi, dimensi, dan lain sebagainya.

Proses pun pengujian bakal dilakukan. Jika ditemukan bahwa memang terjadi pelanggaran, Kemenperin akan melakukan penindakan. Opsi penindakan bisa berupa pengeksporan produk hingga pemusnahan produk.

“Kalau ternyata memang banyak pelanggaran baru kita penindakan, bisa berupa ekspor, karena berasal dari produk impor, bisa juga opsi pemusnahan. (Statusnya sekarang?) Tidak diedarkan untuk sementara,” imbuhnya.

Menurut Andi, pengawasan tersebut berfungsi sebagai himbauan agar seluruh pelaku usaha mematuhi regulasi yang telah ditetapkan, termasuk kewajibkan SPPT-SNI pada produk yang diwajibkan.

(hns/hns)

Membagikan
Exit mobile version