Kamis, Oktober 3


Jakarta

Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah berlangsung sejak 2014 akan berakhir bulan ini, tepatnya 20 Oktober 2024. Dalam 10 tahun pemerintahannya, Jokowi dinilai berhasil menurunkan angka kemiskinan Indonesia, meski di akhir jabatannya banyak masyarakat kelas menengah ‘turun kasta’.

Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Perekonomian, Edy Priyono, awalnya menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kepemimpinan Jokowi berada di kisaran 5%, terkecuali saat pandemi Covid-19. Menurutnya ini merupakan angka yang cukup besar.

Meskipun ia mengakui angka ini masih jauh dari target Jokowi yang menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di kisaran 7% per tahun. Sehingga kalau dibandingkan dengan target awal pemerintahannya, tentu angka 5% terlihat cukup kecil.


“Kecuali pada saat Covid, pertumbuhan (2014-2024) ekonomi kita baik-baik saja. Orang mengkritik tidak sesuai dengan target Pak Jokowi, 7%, tetapi kan Pak Jokowi memang begitu. Beliau kan yang selalu pasang target tinggi,” kata Edy dalam seminar ‘Evaluasi Satu Dekade Pemerintahan Jokowi’, Kamis (3/10/2024).

“Kalau dibandingkan dengan target awal Pak Jokowi 7% per tahun, memang ini kelihatan rendah, tapi kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain dalam situasi yang sulit dan sebagainya pertumbuhan kita oke-oke saja. Sekitar 5% lebih-lebih sedikit itu oke saja,” terangnya lagi.

Lebih lanjut ia memaparkan, untuk angka inflasi selama 10 tahun terakhir rata-rata sebesar 3,7%. Sementara itu dalam dua tahun terakhir, angka inflasi Indonesia berhasil di bawah 3%. Di mana pada 2023 lalu berada di angka 2,61% dan kemudian pada 2024 ini diperkirakan sebesar 1,84%.

Edy berpendapat angka inflasi yang rendah ini dapat tercapai berkat perhatian khusus Jokowi, yang tercermin dari bagaimana pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri bersama Pemerintah Daerah selalu melakukan rapat evaluasi inflasi setiap minggu.

“Data menunjukkan bahwa kita kelihatannya sudah masuk kepada rezim inflasi yang rendah. Sekarang inflasi 3% itu dianggap sudah cukup tinggi. Kemudian ini kita bandingkan ini jauh sekali (8,36% pada 2014) dan menurut kami Pak Jokowi adalah mungkin Presiden yang paling besar perhatiannya terhadap inflasi,” ucap Edy.

Berkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten dan penurunan angka inflasi itu, Indonesia berhasil naik peringkat menjadi negara dengan pendapatan menengah ke atas atau upper middle countries.

“Karena PDB yang terus meningkat kita masuk ke upper middle countries. Ini juga satu catatan yang menggembirakan,” tegasnya.

Barulah setelah itu, Edy memaparkan berkat capaian-capaian ini angka kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia turun cukup drastis dalam 10 tahun terakhir. Yakni 9,03% per 2024 ini untuk tingkat kemiskinan, turun dari 11,25% pada 2014 lalu; serta 0,83% per 2024 untuk angka kemiskinan ekstrem, dari 6,18% pada 2014 lalu.

Begitu juga dengan angka ketimpangan yang turun dari 0,406% pada 2014 lalu, menjadi 0,379% pada 2024 ini. Menurutnya hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia semakin sejahtera dengan distribusi pendapatan semakin merata.

“Banyak yang bilang kita makin timpang dan sebagainya, banyak orang semakin miskin, tapi data menunjukkan tidak. Tingkat kemiskinan kita turun, baik yang kemiskinan biasa dan kemiskinan ekstrem. Dua-duanya turun,” papar Edy.

“Kalau kita bicara ketimpangan atau distribusi pendapatan, kita bicara tentang gini ratio atau gini koefisien. Gini koefisien juga kecenderungannya turun, jadi dengan kata lain kemiskinan turun, ketimpangan juga turun, dengan kata lain bahwa distribusi pendapatan juga membaik,” terangnya lagi.

Walaupun di akhir masa pemerintahan Jokowi, Edy mengakui banyak masyarakat kelas menengah harus turun kasta. Tapi ia menyebut hal ini belum menjadi masalah karena kelompok masyarakat tersebut tidak turun kelas hingga jadi warga miskin, yang artinya masih bisa ‘diselamatkan’.

“Nah tentu saja kemudian kita bisa mendiskusikan hal lain, misalkan kelas menengah turun dan sebagainya, ini confirm (benar terjadi),” terangnya.

“Tapi memang pernah disampaikan oleh salah satu menteri, banyak dikritik juga padahal yang disampaikan itu benar. Kelas menengah ini memang turun tapi tidak sampai jatuh miskin, itu benar. Karena kalau mereka jatuh miskin, angka kemiskinan akan naik, tapi kan tidak. Angka Kemiskinan turun dan angka ketimpangan juga turun,” tambah Edy lagi.

(fdl/fdl)

Membagikan
Exit mobile version